Bung Karno mengatakan: Jas Merah, Jangan lupakan sejarah, sejarah adalah peristiwa yang terjadi pada suatu masa, dan setiap masa membuat sejarahnya sendiri. Pelaku sejarah bisa jadi seorang pahlawan,  dan bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya

Secara etimologi kata “pahlawan” berasal dari bahasa Sanskerta “phala”, yang bermakna hasil atau buah. Pahlawan adalah seseorang yang berpahala yang perbuatannya berhasil bagi kepentingan orang banyak. Perbuatannya memiliki pengaruh terhadap tingkah laku orang lain, karena dinilai mulia dan bermanfaat bagi kepentingan masyarakat bangsa atau umat manusia.

                  Sumber gambar : http://blekko.com/ws/haripahlawan+/images

Sedang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan berarti orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani. Pahlawan adalah pejuang yang gagah berani, berkorban untuk menegakkan kebenaran dengan penuh keikhlasan.

Begitu banyak gelar pahlawan disematkan kepada mereka yang telah rela berkorban baik harta benda bahkan nyawa; Pahlawan kemerdekaan, pahlawan revolusi, pahlawan reformasi  dan berbagai gelar pahlawan lainnya. Namun apakah semangat kepahlawanan  hanya berhenti  cukup  disitu saja ?

Dalam mengisi kemerdekaan misalnya dibutuhkan pahlawan-pahlawan yang mampu mengaktualisasikan  perannya sebagai anak bangsa dengan penuh keikhlasan bisa disebut sebagai pahlawan.

Ancaman teror yang menghantui negeri ini, membutuhkan pahlawan/ orang yang berani untuk menangkap pelakunya, begitu juga dengan korupsi yang sudah mencapai stadium akut, kebodohan, kemiskinan, ketidak-adilan serta disparitas ekonomi, sosial antara si kaya yang berpunya dan si papa yang tak memiliki apa-apa,  membutuhkan sosok pahlawan untuk menanggulanginya.

Setiap orang harus berjuang untuk menjadi pahlawan, sifat pahlawan merupakan sebuah kebutuhan dalam kehidupan. Setiap hari kita berjuang memenuhi kebutuhan untuk diri kita sendiri dan keluarga, jadi setiap orang berpotensi untuk menjadi pahlawan paling tidak menjadi pahlawan diri sendiri dan keluarganya.

10 Nopember

Menjelang tahun 1950-an, Presiden Soekarno menetapkan tanggal tersebut sebagai Hari Pahlawan. Hal ini pernah  diusulkan Sumarsono, mantan pimpinan tertinggi gerakan Pemuda Republik Indonesia (PRI) yang ikut ambil bagian dalam pertempuran  sengit melawan sekutu yang berlangsung di Surabaya 10 Nopember 1945
Sedang menurut sejarawan Universitas Indonesia (UI) JJ Rizal: Bung Karno sengaja memanfaatkan momentum itu untuk melegitimasi peran militer dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Sehingga nilai kepahlawanan tersemat dalam sebuah perjuangan melawan agresi militer. “Untuk memobilasi kepahlawanan secara militeristik, makanya 10 November dijadikan Hari Pahlawan.”

Merdeka atau Mati

Sumber gambar : http://blekko.com/ws/haripahlawan+/images

Pertempuran  Surabaya pada 10 November 1945 yang dipandu Bung Tomo  mampu mengobarkan semangat patrotisme dan kepahlawanan luar biasa arek-arek Suroboyo.   Pertempuran di Surabaya itu adalah perang pertama pasukan (pejuang) Indonesia melawan pasukan asing/ sekutu setelah kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, merupakan sebuah pertempuran besar dan terberat sepanjang sejarah mempertahankan kemerdekaan RI. Kejadian ini akhirnya menjadi simbol nasional atas perlawanan gagah berani bangsa Indonesia   terhadap kolonialisme / penjajahan.

Internalisasi slogan merdeka atau mati, maju terus pantang mundur dan gema takbir Allahu Akbar para  pejuang ternyata telah berhasil membangkitkan/ mengobarkan semangat kebangsaan  serta memotivasi mereka dalam meraih dan mempertahankan  tujuan nasional yakni kemerdekaan.

Saat ini sesekali  masih  kita  dengarkan ucapan/ pekik  merdeka pada acara seremonial khususnya pada peringatan proklamasi kemerdekaan, namun  semboyan bangsa yang  nyaris sirna dan tidak lagi mengandung efek getar yang kuat untuk mengobarkan bendera perang terhadap musuh.

Ada ungkapan miris yang disampaikan oleh seorang mantan pejuang kemerdekaan, kita memang telah lepas dari belenggu penjajahan bangsa asing, namun sekarang kita justru dijajah oleh bangsa sendiri.

Pada masa lalu kita bersatu melawan musuh, dulu musuh kita adalah penjajah yang mencengkramkan kukunya di bumi pertiwi. Sekarang  untuk dapat bersatu kita juga memerlukan musuh bersama , siapakah yang sebenarnya menjadi musuh bangsa kita saat ini ?

Musuh besar bangsa kita saat ini adalah: Disintegrasi bangsa, fanatisme kelompok, terorisme, perilaku  korupsi (KKN), rendahnya etos kerja, gila jabatan, ketamakan dan keserakahan, serta berbagai hal lainnya yang menimbulkan ketidakadilan, kesenjangan sosial ekonomi, kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan.

Yang menjadi pertanyaan, maukah kita menjadikan segala macam penyebab keterpurukan itu sebagai musuh bersama nomor satu yang harus kita perangi ?

Hari Pahlawan yang kita peringati dari tahun ketahun, seharusnya bisa menjadi siraman semangat generasi muda kini dalam memaknai semangat juang pendahulu kita, para pejuang menolak segala bentuk penindasan di bumi Indonesia. mereka memberikan contoh semangat pantang menyerah, semangat kolektifitas, semangat kebersamaan dengan penuh keikhlasan, mengorbankan segala kepentingan dirinya demi kepentingan yang lebih besar yaitu menegakkan harga diri Bangsa sehingga Bangsa ini bisa berdiri dengan tegak kokoh dengan kemampuan sendiri.

Momentum saat  ini cukup tepat untuk mengevaluasi ulang pemahaman kita akan arti/ makna  pahlawan. Bangsa ini sedang membutuhkan banyak pahlawan; pahlawan untuk mewujudkan Indonesia yang damai, Indonesia yang adil sejahtera  dan demokratis. Selamat Hari Pahlawan 2012. (Supardi, S.Sos)