Hoax / Fake News, menjadi fenomena menarik akhir-akhir ini, betapa tidak dampak yang ditimbulkan oleh pemberitaan tersebut bagaikan bola api liar yang mengelinding ke segala arah, menyambar apa saja yang dilewatinya.
Kata hoax berasal dari “hocus pocus” yang aslinya adalah bahasa Latin “hoc est corpus”, artinya “ini adalah tubuh”. Kata ini biasa digunakan penyihir utk mengklaim bahwa sesuatu adalah benar, padahal belum tentu benar. Menurut MacDougall dalam Hoaxes (1958), Hoax adalah kebohongan yang dibuat secara sengaja untuk menyamarkan kebenaran yang ada, sedang Merriam Webster, menyebutkan Hoax adalah upaya untuk mengelabui objek untuk mempercayai atau menerima sesuatu yang keliru dan tak masuk akal. Cendekiawan Muslim Komarudin Hidayat mengatakan, Hoax merupakan pembunuhan karakter yang ingin menjatuhkan dan memanipulasi dalam konteks agama, merupakan fitnah, “Hoax merupakan sikap mental yang menghilangkan sikap intergritas dan fairness” (Republika,9/1)
Hoax yang di unggah terus menerus oleh media online, media sosial, kemudian di share oleh seseorang secara masif dan menjadi pesan berantai akan berdampak negatif pada masyarakat yang tidak hanya meresahkan namun juga menimbulkan kekacauan di masyarakat. Sebagian masyarakat penerima informasi seringkali tidak melakukan cek dan ricek atas informasi yang diterima, terlebih jika dianggap sesuai dengan situasi atau mewakili isi hati mereka. Begitu mudahnya masyarakat menyebarkan berita hoax ini melalui WhatsApp, Faceboook, Tweeter dan media sosial lainnya yang berakibat makin tidak terkendalinya hoax tersebut.
Dampak dari informasi yang menyesatkan berupa Hoax telah terasa saat ini dengan hilangnya kepecayaan masyarakat terhadap lembaga/instansi pemerintah, timbulnya rasa cemas, munculnya kekhawatiran, ketakutan, rasa curiga, hilangnya rasa saling percaya, permusuhan dan terdegradasinya etika serta sopan santun di masyarakat.
Beberapa ciri berita tersebut Hoax di antaranya adalah fakta atau data yang dilebih-lebihkan (hiperbolis), bagian terpenting sebuah berita yang dihilangkan, judul yang tidak sesuai dengan isi, ketidaksesuaian antara isi tulisan dengan foto, daur ulang peristiwa atau foto yang lama demi meramaikan isu-isu yang sedang berkembang.
Setidaknya ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menangkal hoax agar tidak berkembang menjadi bola api liar diantaranya dengan melakukan cek dan ricek informasi yang diterima dengan mencari sumber informasi didapat, memeriksa identitas penulis/penyunting informasi kemudian membandingkan berita yang diperoleh dengan yang ada di media mainstream. Secara sederhana staf Ahli Kementerian Komunikasi dan Informatika bidang hukum, Henry Subiyakto mengatakan agar masyarakat terlebih dahulu, “Saring sebelum Sharing”.
Deklarasi Anti Hoax di BCA Tower Thamrin Jakarta pada 8 Januari lalu adalah salah satu upaya dari masyarakat, pemerintah dan pers dalam menangkal hoax. Pada kesempatan tersebut Menteri KOMINFO, Rudiantara menyatakan bahwa pemerintah melindungi hak dan kebebasan masyarakat dalam menyatakan pendapat termasuk penyebaran informasi, namun pemerintah punya kewajiban untuk melindungi masyarakat untuk mendapatkan konten yang sehat dan terhindar dari kejahatan dunia maya. Dijelaskan pula bahwa pemerintah tidak anti kritik terhadap segala saran yang bersifat membangun agar masyarakat Indonesia memiliki ruang dunia maya yang sehat. Untuk itulah pemerintah melalui KOMINFO melakukan pemblokiran terhadap beberapa situs yang dianggap berbahaya dan meresahkan masyarakat sebagai upaya terakhir melindungi masyarakat dari konten negatif dan berbahaya dunia maya. (Slamet Widodo)