Seperti kata pepatah, tak kenal maka tak sayang. Pun demikian apa yang akan dilakukan Monumen Pers Nasional (MPN) Surakarta. Di usianya yang menginjak 37 tahun, MPN mencoba makin di hati masyarakat Kota Solo dan sekitarnya. Salah satunya adalah menjadikan monumen itu sebagai tempat bermain sekaligus belajar.
Kepala MPN Yuliarso Suminto mengakui eksistensi monumen yang terletak Jalan Gajah Mada Solo No 59 tak begitu populer di mata masyarakat. Walaupun tak dipungkiri jumlah kunjungan ke MPN tahun ini mencapai 50.000.
“Langkah paling dekat mendekatkan MPN ke masyarakat adalah mengajak masyarakat luas untuk beranjangsana ke museum. Kami ingin mempertahankan jumlah kunjungan seperti tahun lalu sebanyak 50.000. Kami ajak warga Solo datang ke MPN,” katanya, kemarin. Koleksi benda-benda, naskah, artikel berkait dunia jurnalistik bernilai sejarah tinggi bakal membuka khasanah pengunjung.
Arsitektur bangunan yang megah dan bernilai sejarah tinggi bisa menjadi objek selfie.”Kami berharap MPN makin dicintai dan dimiliki bersama,”tutur alumnus Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, 1995.
Langkah selanjutnya yang bakal digeber habis pengelola museum adalah mencari figur yang pas dari kalangan pelajar untuk menjadi duta MPN.
Pasca-peringatan Hari Pers Nasional yang jatuh pada 9 Februari 2015 ini, lembaga yang berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika ini akan menggelar kompetisi di kalangan pelajar Solo sekitarnya menjadi Sahabat MPN.
“Bila ada kandidat Sahabat MPN ini, dia akan mempromosikan, mensosialisasikan apa-apa yang ada di monumen ini,” katanya. Pria kelahiran, 2 Juli 1960 ini berharap April mendatang Sahabat MPN bisa terpilih.
Ia mengakui sejak berdiri beberapa tahun yang lalu, MPN seolah hanya dijadikan prasasti keberadaan pers Indonesia.
Inilah sasstnya aset tak ternilai harganya ini kembali menjadi denyut nadi Kota Solo dan Indonesia. Sosok berdarah Jawa-Sunda ini mengharapkan peran serta masyarakat, pemangku kepentingan dan media massa lokal, regional, dan nasional mengangkat nama museum ini.(Budi Sarmun S-50)
Sumber : Suara Merdeka(cetak), Rabu 4 Februari 2015 kol.Figur