Untuk menjalankan profesi sebagai animator, selain memiliki keterampilan teknis yang baik, ada beberapa faktor penting yang harus dikuasai. Pada acara Muspen Talk: Berkreasi Melalui Animasi yang diadakan pada hari Kamis (30/3) di Museum Penerangan, Jakarta, para praktisi industri animasi Indonesia membagikan beberapa modal dan keahlian yang diperlukan.
Modal pertama yang perlu diperhatikan berkaitan dengan berkembangnya teknologi artificial intelligence (A.I.) dalam dunia seni yang belakangan sedang ramai diperbebatkan.
Dyah Merta, Penulis Skenario Animasi Biyani, mengatakan gempuran teknologi membuat proses pembuatan animasi semakin mudah, namun masih ada orang yang mau membuat sesuatu yang sulit, rumit, tapi punya nilai.
“Saya terakhir nonton Kubo (Kubo and the Two Strings (2016)—red). Itu film animasi dengan teknik stop-motion yang butuh waktu 5 tahun pembuatannya. Pasti sangat rumit sekali,” ujar Dyah yang juga mengampu Komik Komunika di Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kemenkominfo.
Selain itu, Dyah juga menekankan pentingnya bagi kreator atau orang yang hendak mengejar karier di dunia animasi untuk membuat sebuah karakter atau sebuah karya intellectual property (IP) sendiri untuk dikembangkan sendiri sebagai sarana belajar.
Sementara itu, Bella Yolanda yang menjadi narasumber lain dalam seminar ini turut menambahkan dua hal esensial bagi animator pemula. Production Talent Manager di Infinite Studios ini mengatakan sejak beberapa tahun lalu ada masalah kurangnya kesadaran dari sekolah animasi di Indonesia terhadap apa yang diperlukan oleh industri animasi saat ini.
Menurutnya, kurangnya kesadaran itu membuat adanya jarak antara kualitas produk lulusan sekolah animasi di Indonesia dengan kebutuhan industri. Hal ini perlu untuk disadari baik oleh sekolah maupun animator pemula. “Pada saat ada awareness (kesadaran—red), di situ ada gambaran mengenai industri animasinya,” katanya.
Tidak hanya itu, Bella juga mendorong animator pemula untuk selalu berlatih di bidang yang ia gemari. Industri animasi terdiri dari banyak keahlian dan bidang. Pra-produksi sendiri misalnya, membutuhkan keahlian di bidang pembuatan storyboard hingga desain. Sementara di produksi, diperlukan keahlian di bidang modeling, sculpting, rigging, hingga animation. Terakhir di tahap pasca-produksi, ada bidang fx, compositing, hingga editing. Ada pula pilihan antara animasi 2D dan 3D.
Bella menyarankan para animator pemula untuk melatih terus kemampuan yang disukai. “Misalnya, ‘Oh, aku suka deh bikin background!’ atau ‘Oh, aku sukanya bikin model!’; berlatih terus di situ,” ujar Bella. “Sekolah memberikan ilmu dasar, tapi setiap orang harus terus belajar.”
Rayhan Hadi, siswa SMK Taruna Bakti, Depok, Jawa Barat sepakat dengan Dyah dan Bella. Rayhan mengakui sebagai orang yang hendak menggeluti dunia animasi di masa depan, diperlukan usaha untuk terus berlatih. Ia mengamini pernyataan Bella tentang berlatih di bidang yang disukai.
“Skill diperlukan untuk terus diasah. Saya tertariknya di pembuatan storyboard,” tandasnya.
Seminar Muspen Talk: Berkreasi Melalui Animasi ini diselenggarakan Museum Penerangan dalam rangka Hari Film Nasional yang jatuh pada tanggal 30 Maret setiap tahunnya. Sekitar 120 pegiat komunitas dan siswa sekolah animasi hadir dalam seminar yang digelar secara luring dan luring. Seminar ini juga turut mengundang Biro Humas Kemenkominfo dan Monumen Pers Nasional.
Museum Penerangan merupakan museum tentang sejarah penerangan dan komunikasi Indonesia. Bersama dengan Monumen Pers Nasional, Museum Penerangan merupakan unit pelaksana teknis (UPT) di bawah Dirjen IKP Kemenkominfo.