Inilah kira-kira gambaran informasi yang berseliweran dibenak kita akhir-akhir ini, disatu sisi kita ingin mendapatkan sebanyak-banyaknya informasi, namun disisi lain informasi didapat justru tidak membuat pengetahuan bertambah, justru menjadi sangat sulit untuk mendapatkan fakta kebenaran dari informasi, sehingga terciptalah “masyarakat bingung” informasi.
Era demokrasi memberikan kepada setiap orang kesempatan dan kebebasan untuk mengaktualisasi diri, melalui postingan pribadi, ataupun menshare informasi untuk dipublish dalam group WA misalnya, yang merambah seperti cara kerja multi level marketing.
Maraknya berita hoax menyeruak ditengah kehidupan yang serba instan, penyebaran berita bohong.
Efek nyata penyebaran berita hoax , mengakibatkan orang menjadi sangat emosional, provokatif , paranoid, cemas, berpikir tidak rasional, membuat akal sehat hilang, sehingga memuncul kan fanatisme sempit, hipokrit, rasa curiga, kebencian mudah berkoflik dengan mereka yang berbeda pandangan dan berakibat perpecahan pada kelompok masyarakat, bahkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Apa yang dimaksud hoax ?
Robert Nares filolog Inggris mengatakan kata hoax diciptakan pada akhir abad ke 18 dari kontraksi (pemendekan suatu kata) Hocus (latin) yang artinya menipu, memaksakan sesuatu atau membingungkan. Hoax = (Inggris) artinya tipuan, menipu. berita bohong ,berita palsu atau kabar burung . Jadi dapat dikatakan bahwa Hoax adalah kata yang berarti ketidak benaran suatu informasi
Menurut wikipedia berita hoax adalah :
“Sebuah pemberitaan palsu adalah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca, pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta berita palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut palsu. .”
Sebenarnya banjir berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan itu, telah terjadi sejak kampanye pemilihan presiden 2014, bukan hanya melalui media sosial bahkan ketika itu muncul tabloid obor rakyat yang sempat menjadi trending topic.
Ryan Holiday dalam bukunya Trust me I am lying, Theconfassion of an media manipulator 2012, sebagaimana dikutip Henry Subiyakto mengatakan pengalaman Ryan inilah yang dicopy sekaligus dikembangkan oleh media dan akun abal-abal yang marak di Indonesia, menimbulkan bias dan dis informasi.
Secara umum kelompok penyebaran berita pelintiran ada dua macam yang pertama, akun pribadi yang berafiliasi kepada partai politik yang telah diblokir Kemkominfo : portal piyungan, voa islam, era muslim, situs piyungan menurut data world traffic sebelum diblokir dikunjungi oleh 300.000 orang perhari dan meraup keuntungan iklan Rp.485.000.000 setahun, dan yang kedua situs yang meramu fakta dengan fiksi, ditambah lagi dengan judul yang provokatif mencari keuntungan materi dan menangguk untung 600 – 700 juta / tahun seperti : Posmetro, Nusanews dan NBC Indonesia (Tempo, 2-8 Januari 2017)
Media mainstream tidak peka,
Mengapa masyarakat begitu antusias dengan media sosial, bahkan berita hoax, palsu yang sensasional dianggap menarik dan disukai, mereka tidak peduli akan kebenaran informasi mereka tidak bersikap kritis bahkan gemar menshare info palsu tersebut. Ditenggarai selama ini media mainstream tiada lagi berpihak kepada rakyat,media mainstream kurang peka dalam menyerap aspirasi masyarakat luas. cenderung menjadi corong para pemilik media, mempublikasikan event atau program, sehingga masyarakat mencari media alternatif untuk pemuasan kebutuhan informasi mereka
Dengan demikian media sosial justru makin berkembang pesat dan menjadi lahan bisnis yang sangat menggiurkan bagi pemilik dan penyedia situs/konten. Banjir informasi yang tidak diikuti oleh kemampuan mengkritisi mengakibatkan masyarakat laksana keranjang sampah yang menelan dan menshare demikian saja informasi tanpa berusaha untuk mengkonfirmasi kebenaran berita.
Penyesatan yang dilakukan melalui berita hoax, perlu segera dicermati dan diantisipasi sesegera mungkin baik oleh pemerintah maupun masyarakat, berita hoax apabila diekspose secara terus menerus akan mengakibatkan “berita” tersebut dianggap sebuah kebenaran. Membiarkan berita kepalsuan dan ketidak jujuran memenuhi hari-hari kita, sama saja dengan membiarkan racun merasuki pola pikir yang akan mengakibatkan kerusakan sistematis sendi-sendi kehidupan.
Sebagaimana dikatakan orang bijak, orang baik ketika mengetahui keburukan apabila tidak berani menyuarakan kebenaran/diam maka ia merupakan bagian dari keburukan tersebut. Kebiasaan kita selama ini adalah membenarkan yang biasa bukan membiasakan yang benar. Jadi kalau sebuah kesalahan dilakukan secara terus menerus suatu saat bisa jadi itu dianggap sebuah kebenaran.
Musuh bersama
Diperlukan penyadaran massal atas kondisi yang terjadi selama ini, peran pemerintah, organisasi masyarakat dalam mengedukasi dan memberikan literasi mengenai informasi media sosial diharapkan dengan demikian akan muncul masyarakat kritis yang bangkit kepeduliannya terhadap berita hoax dengan menyaring terlebih dahulu sebelum mensharing.
Adalah menjadi kepentingan dan tanggung jawab kita bersama, baik pemerintah, media dan masyarakat untuk mengembalikan marwah informasi ke jalannya yang benar, sehingga masyarakat mendapatkan informasi yang akurat, mencerahkan dan dapat dipertanggung jawabkan.
Deklarasi masyarakat anti Hoax yang dilakukan di berbagai kota serentak,8/01/2017, merupakan momen untuk keluar dari “jebakan” berita hoax sekaligus ajang sosialisasi dan upaya menangkal radikalisme hoax dengan mengatakan “tidak pada hoax”, semoga. (supardi)
