Ada sekitar 75 obyek Cagar Budaya yang telah didaftarkan kepada Pemerintah Surakarta, dan belum diverifikasi.
Untuk melestarikan cagar budaya, dilakukan proses pendaftaran dan penetapan cagar budaya atau objek yang diduga cagar budaya. Setelah melalui proses pendaftaran dilakukan penetapan, penetapan didasarkan pada hasil rekomendasi tim ahli yang diperoleh melalui kajian.
Hal tersebut diungkapkan oleh Yuni Astuti Ibrahim, SH, M.H, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Kementrian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah, dalam acara Sosialisasi Pendaftaran dan Penetapan Cagar Budaya, di House of Danarhadi, Surakarta, Selasa (18/11/2014).
Menurut Yuni, pelaksanaan pendaftaran dan penetapan tidak perlu menunggu PP (Peraturan Pemerintah), menurutnya lagi, yang lebih banyak diatur dalam PP adalah mengenai Tim Ahli Cagar Budaya.
“Rekomendasi cagar budaya dibedakan menjadi dua, yaitu merekomendasikan penetapan status sebagai cagar budaya dan merekomendasikan peringkat cagar budaya.” Ujar Yuni.
Menurutnya, obyek yang diduga sebagai cagar budaya, seperti Stasiun Jebres, Lokananta, pendaftaran bisa dilakukan oleh Pemilik dalam hal ini PT. KAI untuk Stasiun Jebres, dan Lokananta oleh Percetakan Negara. Kendati demikian, lanjut Yuni lagi, bisa juga didaftarkan oleh Dinas Pemerintah Daerah.
“Objek yang diduga sebagai cagar budaya tetap didaftarkan, di tetapkan, dilindungi, dan dikembangkan sesuai prosedur pelestarian.” Ujar Yuni.
Setelah dilakukan pendaftaran, Yuni menjelaskan, bahwa Cagar Budaya akan diverifikasi sebanyak dua kali, yakni verifikasi data dan verifikasi data obyek, selanjutnya untuk dikaji oleh tim ahli sebagai rekomendasi untuk diperlakukan sebagai cagar budaya.
Namun menurut Yuni, “Jika dinyatakan sebagai cagar budaya maka akan diperlakukan sebagai cagar budaya, jika tidak layak sebagai cagar budaya dikembalikan kepada pemilik untuk dikembalikan.”
Manfaat bangunan atau kawasan yang dijadikan Cagar Budaya, sesuai UU No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, Yuni menjelaskan, “Adalah untuk kepentingan bangsa dan bertujuan mensejahetrakan bangsa.”
Drs. Suminto Yuliarso, Kepala Monumen Pers Nasional dan Sudaryanto Kepala Seksi Konservasi dan Preservasi yang turut hadir dalam sosialiasi tersebut, saat ini pihaknya masih berpedoman pada SK yang dikeluarkan oleh Menteri Pariwisata sebagai Cagar Budaya.
Yuni menyarankan agar pihak Monumen Pers Nasional melakukan pendaftaran ulang, untuk penyesuaian terhadap UU No. 11 Tahun 2010, karena Surat Keputusan masih mengacu pada undang-undang yang lama.
“Sebaiknya melihat dulu apakah sudah didaftarkan oleh Dinas, bila Dinas sudah mendaftarkan, maka Dinas akan mengajukan untuk meminta rekomendasi untuk dikeluarkan SK yang baru.” Jelas Yuni.
Monumen Pers diresmikan pada 9 Februari 1978 oleh Presiden Soeharto yang kemudian ditetapkan Sebagai Monumen Pers Nasional, sebelum diresmikan gedung ini bernama Societiet Sasana Soeka.
Menurut Suminto, saat ini Monumen Pers Nasional sudah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya, berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor. PM.57/PW.007/MPK/2010 yang Dilindungi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya.
Selain itu, Suminto menjelaskan, Monumen Pers Nasional saat ini adalah Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika. Hal ini berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.:06/PER/M.KOMINFO/03/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Monumen Pers Nasional.
Untuk itu pihaknya, menurut Suminto, akan menindaklanjuti dengan berkoordinasi kepada pihak terkait, sehubungan dengan sudah ditetapkannya undang-undang tentang Cagar Budaya. (Kuncoro MS)