Perempuan Jawa pada jaman dahulu memegang teguh kearifan lokal yang masih menggunakan kain jarik yang panjang yang dililitkan di badan dan digunakan dalam aktivitas sehari-hari. Kain jarik itu sendiri merupakan kain khas Jawa bermotif batik dengan berbagai corak dan ketika dikenakan akan terlihat lebih anggun dan sopan.
Ketika masa pendudukan Jepang, kaum wanita harus terlibat aktif dan memiliki kedudukan yang sama dengan kaum pria. Kaum wanita dimobilisasi untuk memperkuat pertahanan perang dengan menjadi balatentara. Hal ini juga berdampak pada model pakaian perempuan Jawa, Jepang berusaha merubah kain jarik yang panjang menjadi Mompe.
Apa itu Mompe? Mengapa para wanita Jawa harus menggunakan Mompe?
Dalam majalah Djawa Baroe edisi 11 tanggal 1 Juni 2604 tahun Jepang atau 1 Juni 1944, Jepang menggambarkan bagaimana wanita-wanita di negaranya menggunakan pakaian yang telah diselaraskan dengan kehidupan dimasa perang dan tetap memperhatikan keindahan serta kesederhanaan. Mompe adalah pakaian rakyat Jepang yang dianggap lebih baik dan praktis daripada kain Jawa. Pakaian ini dirancang sedemikian rupa sehingga menambah keluwesan dalam bergerak, serta kemudahan dalam berbagai kondisi genting saat perang. Dalam hal ini pakaian menjadi hal yang penting yang harus diperhatikan oleh rakyat Jawa yang masih menggunakan kain jarik yang tidak simpel. Berdasarkan alasan tersebut Jepang menganjurkan para kaum wanita Jawa sebaiknya menggunakan Mompe.
Awalnya banyak wanita Jawa banyak yang keberatan menggunakan Mompe karena harus meninggalkan kain jarik yang telah melekat dan menjadi budaya wanita Jawa. Kemudian Jepang meyakinkan bahwa saat itu adalah perang mati-matian, seluruh rakyat baik laki-laki maupun perempuan semua harus bekerja giat dan membantu Jepang dalam berperang. Perempuan harus turut andil dalam latihan perang dan baris-berbaris. Hal tersebut sebagai bentuk kesigapan hidup dalam peperangan. Maka dari itu, Mompe menjadi pakaian tepat yang bisa digunakan menyesuaikan dengan keadaan pada saat itu.
Para perempuan yang berasal dari Pekalongan, giat berlatih dengan
mengenakan Mompe yang terbuat dari kain Panjang.
Mompe juga didesain untuk menghindari udara dingin dengan menggunakan tudung kepala dan lengan panjang. Jepang juga mengajarkan bagaimana membuat pola dan menjahit Mompe dengan menggunakan kain jarik. Sehelai kain panjang cukup untuk dua potong Mompe dengan desain minimalis dan praktis dalam berbagai aktivitas. Dengan demikian dapat menghemat pakaian demi pembatasan bahan kebutuhan sandang, mengingat saat itu adalah masa yang sulit dan lebih difokus dengan bagaimana bisa bertahan hidup. Jepang juga berupaya membangun industri yang mengolah bahan baku kapas yang ada di Jawa menjadi kain untuk pembuatan Mompe.
Pada akhirnya, kampanye atau propaganda Jepang tentang alih busana pada masa itu sangat mempengaruhi gaya berbusana perempuan Jawa. Desain yang minimalis dan praktis membuat banyak perempuan Jawa mulai meninggalkan kain Jarik. Selain itu, Mompe tidak hanya sebagai pakaian yang mudah dan praktis untuk dipakai, melainkan menjadi trend pakaian perempuan Jawa pada masa itu. (Eti Kurniasih)
Sumber Referensi: Majalah Djawa Baroe Edisi 11 tanggal 1Juni 2604 / 1 Juni 1944