Surabaya, 25/09/2014. Monumen Pers Nasional bekerja sama dengan Departemen Komunikasi Universitas Erlangga Surabaya, menggelar : Seminar Perkembangan Pers di Indonesia,“Independensi Pers pada Pemilu 2014”
Seminar Nasional sehari diikuti oleh lebih seratusan orang dari civitas akademika Universitas Erlangga, organisasi masa, instansi terkait dan wartawan media masa, menampilkan Soenaryo Direktur PMP (Pengelolaan Media Publik) mewakili Dirjen Informasi Komunikasi Publik Kominfo sebagai Keynote Speaker, sedang pembicara : Syukri Batubara Staf Ahli Bidang Hukum Kominfo, Suko Widodo dosen Ilmu Komunikasi Universitas Erlangga dan sebagai moderator Nurul Ratna Sari dari Departemen Komunikasi Universitas Erlangga .
Kepala Monumen Pers Nasional Suminto Yuliarso dalam sambutannya menginformasikan Monumen Pers Nasional merupakan tempat bersejarah lahirnya organisasi wartawan (PWI) yang berkongres pada tanggal 9 Februari 1946. Sebagai Unit Pelaksana Teknis Kominfo, Monumen Pers Nasional mempunyai tugas dan fungsi mendokumentasikan bukti terbit media cetak di Indonesia dan mendiseminasikannya kemasyarakat luas, sampai saat lebih dari 560 judul surat kabar dan majalah atau lebih 1.500.000 eksemplar bukti terbit media didokumentasikan sebagian diantaranya telah di alih mediakan dengan digitalisasi. Ia mengharapkan dengan seminar ini dapat menjadi sarana publikasi agar Monumen Pers Nasional makin dikenal masyarakat Surabaya sekitarnya.
Soenaryo dalam paparanya mengatakan, “Perkembangan pers di Indonesia sejak sebelum kemerdekaan hingga sekarang mengalami pasang surut pada era sebelum kemerdekaan pers Indonesia disebut sebagai pers perjuangan, pada masa orde baru disebut sebagai pers pembangunan dan pada masa reformasi merupakan era kebebasan pers. Tidak ada hak kominfo mengekang kebebasan pers karena dilindungi oleh UU No.40 tahun 1999 seperti terdapat pada ayat kedua bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran, ayat ketiga bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Lebih lanjut Sunaryo mengatakan perkembangan media ternyata tidak seiring dengan perkembangan politik, ekonomi dan sosial; Media dan IT kurang melakukan peran memberikan pencerahan politik 2014 dan sepertinya media “merupakan bagian masalah dalam kehidupan berdemokrasi ?”
Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peserta seminar tentang siapa yang mengawasi dan mengontrol media bila media berfungsi sebagai alat kontrol? Syukri Batu Bara menjelaskan, “ Tugas Kominfo hanya sebatas membuat regulasi dan aturan, Kominfo tidak berhak untuk mengawasi pers apalagi memberi sanksi terhadap pers yang nakal”. Fungsi tersebut sepenuhnya diamanahkan kepada Komisi Penyiaran Dewan Pers, dan masyarakat. Masyarakatlah yang berhak untuk menyatakan keberatannya terhadap pemberitaan pers baik secara langsung kemedia bersangkutan maupun melaui Komisi Penyiaran Dan Dewan Pers, bahkan perkembangan pers yang begitu pesat pada era reformasi sangat ditentukan oleh masyarakat, begitu banyak penerbitan media/ pers gulung tikar dikarenakan tidak lagi dibutuhkan masyarakat, pungkas Syukri Batubara.
Menanggapi keprihatinan salah seorang peserta mengenai sangat sedikitnya wartawan yang mempunyai latar belakang pendidikan komunikasi, Suko Widodo menjelaskan, “ Hal ini disebabkan mungkin mereka studi di komunikasi bukan karena panggilan jiwa dan minimnya kemampuan menulis, salah satu syarat wartawan adalah ia harus rajin menulis dan siap menghadapi presur kerja dengan intensitas tinggi”. Berkaitan dengan Indepedensi media, Suko memaparkan, pada pemilu 2014 khususnya Pilpres 2014 dapat dilihat keberpihakan media terhadap salah satu kontestan, masing-masing media baik cetak, elektronik maupun media sosial sepertinya beropini mengarahkan masyarakat untuk memilih pihak yang didukungnya. Seharusnya media dalam kondisi apapun harus siap melaksanakan tugas mulianya sebagai unsur pendidikan politik yang memberikan pencerahan terhadap khalayak tidak hanya sebagai pemberi informasi dan hiburan saja. Namun meskipun demikian keberpihakan media memang tidak dapat dihindarkan apalagi kalau pemilik media merupakan penguasa yang pengusaha dan simpatisan salah satu partai politik.
Pada akhir sesion Nurul menyimpulkan Independensi (sebagian) media pada pemilu 2014 mengalami distorsi karena media kurang mempedulikan netralitas dan keberimbangan dalam pemberitaan, sehingga tidak mampu memaksimalkan perannya memberikan pencerahan demokrasi kepada masyarakat luas.