Monumen Pers: Dari Koran Tertua hingga Tas Wartawan Udin

1708286-koran-jadul-magelang-620X310
Beberapa koleksi surat kabar yang berusia ratusan tahun di stan Monumen Pers Nasional di Pameran Magelang Tempo Doeloe, Minggu (28/4/2013).

KOMPAS.com – Perkembangan media massa saat ini memang cukup pesat. Informasi apapun bisa diakses kapan dan dimana saja dengan hanya lewat telepon seluler. Tapi tahukah anda, bahwa media massa khususnya di Indonesia dahulu hanya berawal dari sebuah media cetak (koran) yang ditulis dengan tangan.

Setelah itu pembuatan koran dicetak menggunakan mesin ketik manual hingga akhirnya menggunakan komputer dan mesin cetak otomatis. Tidak hanya itu, peralatan peliputan seperti kamera juga tentu tidak secanggih saat ini.

Perkembangan media massa dari waktu ke waktu tentu sangat menarik karena juga mengandung nilai sejarah kejadian tertentu. Misalnya kejadian perjuangan melawan penjajah oleh para pendiri bangsa ini.

Di Solo, Jawa Tengah, ada Monumen Pers Nasional. Di sana tidak kurang dari 2,5 juta eksemplar jejak-jejak sejarah dunia media massa (pers) khususnya di Indonesia terkumpul. Monumen pers ini adalah satu-satunya monumen pers yang ada di Indonesia.

Tidak hanya koran akan tetapi benda-benda terkait pers seperti mesin ketik milik Bakrie Soeratmadja seorang wartawan pejuang pada masa pemerintahan Belanda tahun 1930-an.

Adapula sebuah kamera dan tas milik Almarhum Udin, wartawan Harian Bernas Yogyakarta yang tewas akibat dianiaya orang tidak dikenal tahun 1996 silam.“Misi Monumen Pers Nasional adalah mendokumentasi, mengkonservasi bukti terbit media dan benda bersejarah lingkup pers dari seluruh Indonesia sejak sebelum proklamasi kemerdekaan hingga saat ini,” terang Subardi, Seksi Konservasi dan Preservasi Monumen Pers Nasional di temui di Pameran Magelang Tempo Doeloe, Minggu (28/4/2013).

Salah satu program monumen yang berdiri sejak 9 Februari 1973 itu adalah memberikan literasi kepada masyarakat tentang sejarah pers nasional, satu diantara upayanya adalah dengan membuka stan pameran ke daerah-daerah.

“Hampir tiap bulan kita ikut pameran di Yogyakarta, Jakarta, Magelang, dan Manado. Biasanya pada event-event ulang tahun Kota seperti di Magelang sekarang,” katanya.

Di pameran Magelang Tempo Doeloe itu sendiri, pihaknya memamerkan sebagian koleksi Monumen Pers Nasional. Ada koran Panorama, Koran Tjahaya India yang terbit pada 1913, majalah Fikiran Ra’jat majalah dengan pimpinan redaksi Ir Soekarno, terbit pada 1932. Sebagian besar kondisinya memang sudah rusak, oleh karena itu pihaknya membingkai dan beberapa dibuat betuk digital.

“Yang kami tampilkan disini beberapa koleksi yang berhubungan dengan sejarah Kota Magelang, seperti ada teks dan suara pidato Presiden Soekarno ketika mengadakan pertemuan di Magelang,” jelasnya.

Pihaknya berharap, melalui sosialisasi tersebut, bisa mengedukasi masyarakat khusunya generasi muda tentang dunia media massa dan sejarah di Indonesia.

Sejak dibuka pada Sabtu (27/4/2013) lalu tingkat kunjungan stan monumen pers nasional di Pameran Magelang Tempo Doeloe terus meningkat. Sebagian mereka penasaran dengan bentuk-bentuk koran jaman dahulu.

“Minggu (28/4/2013) ini hari ini kita terakhir buka. Tapi masyarakat yang ingin tahu lagi bisa datang langsung ke Monumen Pers Nasional di Solo, dibuka umum dan gratis,” pungkasnya.

 Editor :
Tri Wahono
Sumber: http://regional.kompas.com/read/2013/04/28/20560055/Monumen.Pers.Dari.Koran.Tertua.hingga.Tas.Wartawan.Udin
Message Us on WhatsApp