Hujan deras disertai angin kencang yang melanda Kota Solo pada Rabu (13/2/2012) menyebabkan tumbangnya dua pohon asem di koridor Ngarsopuro. Pohon ini dipercaya berusia ratusan tahun karena ditanam pada masa pembangunan Pura Mangkunegaran pada abad 18.
Untuk itu, alih-alih membuangnya, Pemkot Solo berencana memuseumkan pohon tersebut karena nilai historisnya. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Dinas Pertamanan dan Kebersihan (DKP) Solo, Satriyo Teguh Subroto. “Banyak pihak yang mengusulkan agar kedua pohon tersebut dimuseumkan karena nilai sejarah yang terkandung,” ujarnya, Selasa (19/2/2012).
Keberadaan pohon asem tersebut dianggap sebagai cikal bakal penataan ruang hijau di wilayah pusat Kerajaan Mataram. Pohon besar yang berdiameter sekitar satu meter dan tinngi belasan meter tersebut juga menjadi saksi perkembangan kawasan Ngarsopuro selama ratusan tahun sehingga banyak warga yang meminta pohon tersebut untuk dipertahankan. Sebagian mengusulkan untuk tidak memotong batangnya, hanya dibersihkan ranting dan daunnya.
Namun, seperti yang diungkapkan Satriyo, rencana ini juga terkendala hal teknis yaitu belum adanya ruang representatif yang mampu menampung pohon asem Jawa ini. Museum Radya Pustaka yang berada di pusat kota dirasa tidak memungkinkan untuk menampungnya karena terlalu sempit.
Salah satu tokoh masyarakat Kelurahan Keprabon, Bambang Sarjuno mendukung rencana memuseumkan pohon tersebut. Ia mengusulkan agar batang pohon asem tersebut disimpan di Pura Mangkunegaran karena masih terdapat ruang yang cukup luas. Selain itu keberadaan pohon tersebut juga memiliki kedekatan historis dengan Mangkunegaran. Bambang menambahkan masih terdapat enam pohon serupa di kawasan Ngarsopuro yang juga berusia ratusan tahun sehingga perlu diwaspadai saat cuaca ekstrem. (Arnain Dian Agustin )