Bung Karno menyatakan, beri aku satu pemuda akan aku guncangkan Indonesia, dan berikan aku sepuluh pemuda akan aku guncangkan dunia.
Pemuda adalah pewaris, penentu masa depan bangsa. Pemuda selalu menjadi penggerak sebuah perubahan, untuk melakukan suatu perubahan diperlukan pemikiran baru, untuk merealisasikannya dibutuhkan keyakinan yang kuat. Ikhlas tanpa pretensi, siap berkorban untuk membela, berproses untuk mewujudkan yang diyakininya. Inilah yang harus menjadi karakteristik pemuda Indonesia.
Sejarah mencatat gegap gempita perjuangan para pemuda, lintas generasi mereka selalu didepan. Sejarah bangsa Indonesia menunjukkan bahwa pemuda Indonesia memang senantiasa menjadi pelopor dan memimpin bangsanya dalam berbagai tahap perjuangan.
Kebangkitan Nasional tahun 1908 bisa disebut sebagai emberio bangkitnya semangat persatuan dipelopori oleh orang-orang muda. Sumpah pemuda tahun 1928 yang telah menyatukan bangsa ini adalah karya para pemuda.
Proklamasi 1945 dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan dipelopori kaum muda. Angkatan 66 yang menyelamatkan negeri dari ideologi komunis dengan Orde Baru nya yang merupakan koreksi terhadap rezim Orde Lama adalah ordenya para pemuda. Reformasi 1998 adalah buah tangan kaum muda yang mengakhiri rezim Orde Baru yang telah berlangsung 32 tahun.
Namun Ironis, banyak pendapat mengatakan saat ini telah terjadi degradasi pada generasi muda, generasi telah mengalami penipisan ideologi. Sumpah Pemuda sedang mengalami pendangkalan makna, salah satu penyebabnya hilangnya semangat kekuatan dalam keberagaman, pudarnya jiwa nasionalisme pemuda Indonesia terlihat dari pergeseran budaya bangsa Indonesia.
Krisis moral (nilai) yang melanda bangsa Indonesia saat ini khususnya generasi muda membuat kekhawatiran tersendiri baik orang tua dan masyarakat. Arus aliran pola kehidupan budaya barat yang sulit dibendung melalui media massa/ media sosial menjadi bagian dari pemicu munculnya perilaku negatif anak muda, pergaulan bebas, miras dan narkoba menjadi trend mereka.
Tawuran antar kelompok , pelajar, mahasiswa menjadi mimpi buruk, korban luka bahkan tewas menjadi tumbal untuk sesuatu ajang pencarian dan pengakuan identitas dan penyelesaian masalah, yang mendahulukan otot dari pada otak, okol dari pada akal. Kita seolah kembali kemasa silam sebelum era Kebangkitan Nasional 1908, terpecah dalam fanatisma kelompok primordialisme dan paham kedaerahan yang sempit dan terkotak-kotak.
Konflik kepentingan yang terjadi saat ini masih nampak sebagai bentuk sikap pragmatisme politik yang sasarannya hanya kepentingan jangka pendek. Ditambah lagi dengan kerumitan sosial, ekonomi, politik, geografi, rentetan ideologi konstruktif dan destruktif merembes kenegeri ini dan terjadi pembiasan orientasi berbangsa.
Primordialisme, sektarianisme seputar etnis, budaya dan agama, doktrin subfersiv dan secara sistematis dan strategis mulai meluruhkan ikatan persaudaraan, kerukunan dan kesatuan bangsa..
Fakta di atas menunjukkan bahwa peran dan partisipasi generasi muda dalam pembangunan sangatlah rendah Padahal modal utama keberhasilan pembangunan adalah generasi muda itu sendiri, masyarakat awam beranggapan bahwa pendidikan moral (nilai) bagi generasi muda sudah cukup didapat dari sekolah formal, kenyataannya pendidikan moral (nilai) yang mereka peroleh di sekolah sangatlah minim. Hal ini dikarenakan materi di sekolah formal lebih banyak memberikan pengetahuan yang bersifat umum daripada pengetahuan yang bersifat moral (nilai).
Untuk mengubah sikap pragmatisme maka perlu ditanamkan karakter bangsa. Fenomena yang terjadi pada pendidikan nasional kita saat ini, adalah mengeliminasi pendidikan yang didalamnya terdapat pendidikan nilai seperti agama, ideologi, budaya bangsa, pendidikan karakter.
Pendidikan karakter yang baik mencakup pengetahuan akan moral, perasaan tentang moral dan perbuatan yang bermoral, yakni: kesadaran akan sebuah negara yang plural (majemuk) haruslah selalu di implementasikan dalam kehidupan berbangsa dengan mengambil nilai luhur yang terkandung kelima sila dalam Pancasila.
Menumbuhkan patriotisme
Patriotisme merupakan sebuah kebajikan yang dicapai melalui jerih payah dan perjuangan, kebajikan pada hakekatnya ada ditengah dan tidak akan jatuh pada salah satu ekstremisme tertentu. Kesetiaan pada tanah air tercermin pada life style dan pengambilan keputusan yang penting dinegeri ini
Patriotisme saat ini tidak hanya sebatas kesatuan tanah air, bangsa dan bahasa, tetapi mencakup komitmen yang diintegrasikan pada idealisme , ideologi visi, semangat sejak kemerdekaan yang terus dilanjutkan konsensus dan komitmen nasional dalam dimensi kerohanian bangsa
Persaudaran bangsa tidaklah semata-mata ditentukan oleh dimensi primordialitas (garis keturunan atau bahasa daerah) tetapi oleh kesetiaan pada semangat perjuangan dan cita-cita pendiri negara yang dilhami oleh sumpah pemuda.
Kepeloporan dan Modernitas
Pemuda secara alamiah sangat berperan dalam kepeloporan dan kepemimpinan untuk menggerakkan potensi dan sumber daya yang ada pada masyarakat
Penyusunan strategi mengenai peran pemuda dalam pembangunan konteksnya adalah kepeloporan dan kepemimpinan. , maka untuk meningkatkan peran pemuda dalam pembangunan, harus dibangun kepeloporan dan kepemimpinannya, tiga aspek yang terkait hal tersebut adalah: semangat, kemampuan, dan aktualisasi.
Kepeloporan dan kepemimpinan bisa berarti sama yakni : berada di muka dan diteladani oleh yang lain. Tetapi, dapat pula memiliki arti sendiri. Kepeloporan jelas menunjukkan sikap berdiri di muka, merintis, membuka jalan, dan memulai sesuatu, untuk diikuti, dilanjutkan,dikembangkan, dipikirkan oleh yang lain.
Dalam kepeloporan ada unsur menghadapi risiko, kesanggupan untuk memikul risiko ini penting dalam setiap perjuangan, dan pembangunan adalah suatu bentuk perjuangan. Pada era global ini kehidupan makin kompleks, demikian juga dengan risiko.
Giddens mengatakan “Modernity is a risk culture”. Modernitas memang mengurangi risiko pada bidang-bidang dan cara hidup tertentu, tetapi juga membawa parameter resiko baru yang tidak dikenal sebelumnya. Untuk itu maka diperlukan ketangguhan, baik mental maupun fisik. Tidak semua orang berani, dapat atau mampu mengambil jalan yang penuh risiko. Sifat-sifat itulah yang ada dalam diri pemuda, karena itulah tugas kepeloporan cocok buat pemuda.
Ki Hadjar Dewantara mendefinisikan tentang watak kepemimpinan dengan ungkapan “ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani”. Kepemimpinan didepan memberikan contoh, . di tengah memberikan dorongan semangat, dan dibelakang memberikan wejangan dan petuah.
Revitalisasi
Untuk merevitalisasi Sprit Kepeloporan dan Kepemimpinan Pemuda harus dilakukan melalui keteladanan dari para pemimpin bangsa.
Prof. Bernard Adeney Risakotta (University of California) menyatakan beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh Kepemimpinan Profetik ( keteladanan) untuk dapat mengatasi krisis moral antara lain:
– Pemimpin inklusif yang mengayomi semua komunitas dan memperjuangkan keadilan untuk seluruh elemen masyarakat.
– Pemimpin yang kuat, realistis, berani dan bermoral
– Pemimpin yang melayani yang memprioritaskan urusan orang banyak dari pada diri sendiri
– Pemimpin yang mempunyai integritas moral dan dan berkomitmen mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sumpah Pemuda haruslah disadari adalah wujud komitmen pemuda Indonesia, bahwa Indonesia menjadi negara besar bukan karena persamaannya, tapi karena perbedaannya, Sikap pragmatisme dalam setiap kehidupan berbangsa, harus diubah dalam bentuk konsolidasi sebuah organisasi, sehingga muncul kader muda yang potensial dan mempunyai visi dalam menghadapi tantangan jaman. Persatuan dan kesatuan bangsa yang terjalin dengan kukuh akan menjadikan kemajemukan menjadi modal dan kekuatan bangsa.
Spririt Sumpah Pemuda merupakan keniscayaan yang harus dikembangkan agar para pemuda siap menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat, kita tidak hanya berbangsa, berbahasa dan tanah air yang satu, namun juga berideologi Panca Sila, berkonstitusi UUD 45 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selamat Memperingati Sumpah Pemuda 2012, Jayalah Pemuda Indonesia !
(Supardi, S.Sos)