MENGENAL ARSITEK MONUMEN PERS NASIONAL

Jika anda melintas di salah satu sudut Kota Solo, tepatnya di Jalan Gajah Mada No.59 nampak berdiri megah sebuah gedung dengan gaya arsitektur khas berwarna abu-abu. Gedung ini terlihat menarik dan berbeda dari bangunan lain di sekitarnya karena memiliki gaya arsitektur unik berupa perpaduan antara langgam Hindu-Budha dengan langgam kolonial Indonesia pada masanya. Langgam Hindu Budha ini ditandai dengan adanya beberapa ornamen menyerupai stupa di bagian atap gedung, fasade  gedung yang bertingkat dan menyerupai bentuk candi di Jawa Tengah serta dinding gedung yang dibuat menyerupai batu andesit sebagai bahan baku candi periode Jawa Tengah. Sedangkan langgam kolonial terlihat dengan adanya pilar-pilar bagian depan yang berukuran besar, ukuran jendela serta pintu yang besar dan lebar.

Gedung unik tersebut awalnya merupakan Sosieteit Mangkunegaran atau Sasana Suka yang dibangun atas prakarsa Mangkunegara VII sebagai raja dari praja Mangkunegaran saat itu. Saat itu Mangkenagara VII menunjuk Mas Aboekasan Atmodirono untuk mengarsiteki pendirian Sosieteit tersebut. Mas Aboekasan Atmodirono merupakan arsitek Indonesia pertama yang lahir di Wonosobo pada tanggal 18 Maret 1860, anak seorang Jaksa Kepala di Purworejo, Karesidenan Kedu. Masa kecilnya dilalui dengan mengenyam pendidikan di Europeesche Lagere School yang merupakan sekolah khusus anak-anak eropa, beliau bisa bersekolah di sana karena status ayahnya yakni Atmodirono sebagai seorang pejabat Kejaksaan saat itu. Selanjutnya beliau melanjutkan sekolah di Betawi yaitu Koningin Wilhelminaschool yang merupakan sekolah jempolan pada masa itu.

Selepas masa sekolah pada tahun 1878 beliau ditugaskan menjadi opseter kelas tiga pada Dinas Pengairan dan Pekerjaan Umum Negeri yang merupakan pekerjaan bergengsi dan menjadi orang Jawa pertama yang diperlakukan sama dengan orang-orang Eropa baik jabatan maupun penghasilannya. Saat beliau menduduki jabatan ini beliau masih berusia 18 tahun, usia yang terbilang masih sangat muda. Di usianya yang masih sangat muda itu pula karier Mas Aboekasan Atmodirono berkembang pesat hingga kemudian ditunjuk sebagai Opseter kelas dua dan kemudian menjadi Opseter kelas satu dalam waktu singkat. Sebagai Opseter kelas satu beliau ditempatkan di berbagai daerah mulai dari Pejarakan, Kebumen, Karanganyar, Banjarnegara dan akhirnya Semarang. Selain menguasai pekerjaannya dengan baik, beliau juga menguasai beberapa bahasa asing yaitu Inggris, Perancis dan Jerman selain bahasa Belanda. Pada tahun 1898 beliau ditunjuk sebagai arsitek pada Dinas Pengairan dan Pekerjaan Umum Negeri, beliau mendapat apresiasi tinggi dari para atasannya bahkan dari hasil karyanya, beliau mendapat anugerah bintang kehormatan “de Orde van Oranye Nassau”.

Mas Abukasan Atmodirono dikenal juga aktif dalam kegiatan organisasi, beliau adalah pendiri organisasi para amtenar (pegawai negeri) pribumi pada tahun 1911 bernama “Mangoen Hardjo” dengan lingkup Jawa dan Madura. Beliau juga turut berperan penting lahirnya “Sedyo Moeljo” yakni organisasi para bupati di Jawa.  Di bidang pendidikan beliau mencurahkan keahlian dan ilmu yang dimilikinya dengan mendirikan sekolah teknik “de Technische Avondschool te Semarang” di Semarang. Pada tahun 1906 beliau ditunjuk sebagai anggota “Dewan Kotapraja Semarang” dan berkat kesungguhan sumbangsih tenaga dan pikirannya beliau dipanggil untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Hindia Belanda.

Sudah menjadi sifat beliau yang tidak suka menonjolkan jabatannya apalagi hanya menonjolkan dirinya ataupun kasak-kusuk untuk kepentingan pribadinya, beliau memilih mencurahkan segala keahliannya untuk kepentingan masyarakat. Hal ini tercermin selama beliau menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Hindia Belanda dengan tidak hanya ongkang-ongkang kaki dan sekedar debat kusir tetapi dengan kesungguhan untuk memajukan wong cilik di pulau Jawa. Beliau sangat jauh dari sifat angkuh dan tinggi hati, bahkan rela menyisihkan hartanya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari murid-muridnya yang kurang mampu. Dikisahkan pula oleh Ir. AM. Valkenburg (pernah menjadi atasan Abukasan Atmodirono) bahwa rumah seorang Abukasan Atmodirono lebih terlihat sebagai indekosan dibanding dengan status yang dijabat beliau, demikian pula dalam berpakaian selalu menggunakan pakaian jawa (tidak pernah berpakaian eropa) sehingga dikatakan “Hij was en bleef Javaan” (Ia adalah orang Jawa dan tetap orang Jawa). Beliau akhirnya berpulang kepada Tuhan YME pada tanggal 23 Juli 1920 di kediamannya di Karren weg, sekarang Jl. Dr. Cipto dan kemudian dimakamkan di Bergota, Semarang.

Sebagai seorang arsitek beliau memiliki karya yang genial yaitu Gedung Sosieteit Mangkunegaran yang saat ini dikenal sebagai Monumen Pers Nasional. Beliaulah yang merancang Sosieteit Mangkunegaran, dan menyerahkan rancang gambarnya kepada Paduka Mangkunegara VII pada tahun 1917. Sosieteit ini  mulai dibangun pada tahun 1918 dan diperkirakan bangunan tersebut selesai pada tahun 1920. Karya inilah yang hingga saat ini menjadi karya terakhir dari Mas Aboekasan Atmodirono sebagai kenang-kenangan bagi generasi penerus bangsa Indonesia.  (Rahayu Trisnaningsih)

Sumber :

– Suara Merdeka, 8 Oktober 1976 (Amen Budiman)

– Bambang Eryudhawan

 

Message Us on WhatsApp