Malang, 15/9-2016. Monumen Pers Nasional (Kementerian Komunikasi dan Informasi RI), bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB) mengadakan kegiatan “Seminar Nasional: Digitalisasi, Komodifikasi, dan Politisasi Informasi Media”, yang diselenggarakan pada: Hari/tanggal : Kamis, 15 September 2016 Waktu : Pk. 08.00 – s/d selesai bertempat : Hotel Savana, Jl. Letjen. Sutoyo 32-34, Malang yang dihadiri oleh: Staf Ahli Menteri Kominfo Bidang Media Massa Prof. Dr. Drs. Henri Subiakto, SH, MA “Digitalisasi dan Komodifikasi Media” Drs. Bambang Semedi, M.M. Wartawan Istana Negara 4 Presiden yang juga Mantan Wartawan TVRI “Konvergensi Media” dan Dr. Suryadi, M.S. Pakar Komunikasi dan Media Massa dan Dosen Jurusan Administrasi Publik FIA UB “Politisasi dan Realitas Media” dengan Moderator: Ainul Hayat, M.AP. (Dosen Jurusan Administrasi Publik FIA UB)
Seminar Nasional sehari diikuti oleh lebih seratusan orang dari civitas akademika Universitas Brawijaya, organisasi masa, instansi terkait dan wartawan media masa, menghadirkankan Staf Ahli Menteri Kominfo Bidang Media Massa Prof. Dr. Drs. Henri Subiakto, SH, MA, mewakili Dirjen Informasi Komunikasi Publik Kominfo yang juga sebagai narasumber sedang pembicara : Drs. Bambang Semedi, M.M., dan Dr. Suryadi, M.S. sebagi praktisi dan akademisi.
Kepala Monumen Pers Nasional Suminto Yuliarso dalam sambutannya menginformasikan Monumen Pers Nasional merupakan tempat bersejarah lahirnya organisasi wartawan (PWI) yang berkongres pada tanggal 9 Februari 1946. Sebagai Unit Pelaksana Teknis Kominfo, Monumen Pers Nasional mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan kegiatan seminar dan ini merupakan salahsatu kegiatan rutin yang dilakukan Monumen Pers Nasional Surakarta sebagai pelaksana tugas dan fungsi pelayanan masyarakat dalam rangka pengenalan dan juga bentuk sosialisasi mengenal Monumen Pers lebih dekat lagi. Dalam rangka inilah maka terkait dengan konsekuensi perkembangan dengan semakin mengindustrialnya media. Kini fungsi informasi bergeser, dari fungsi memenuhi “Hak tahu publik” menjadi menjadi komoditas. Banyaknya jumlah (perusahaan) media membuat semakin ketat. Tidak hanya antar media sejenis antara medeia cetak, antara media elektronik, dan antar media internet tetapi juga antar jenis media dengan media elektronik juga dengan internet.
Dalam kesempatan itu Henri Subiakto memaparkan, dulu hanya ada media cetak, radio dan televisi analog. Sekarang itu sudah berubah dan ketinggalan zaman termasuk kita. Kita ini dan saya juga orang-orang pasca analog ke migrasi katanya. Semua sudah mengarah pada pengguna internet. Maraknya penggunaan internet ruang-ruang ini menjadi orang memiliki sendiri-sendiri unutk menyampaikan informasi. “Saat ini bahkan sulit mana informasi dan mana yang bukan informasi” katanya. Karena banyak sekali media-media online yang tidak jelas.
Demikian juga dengan berkembangnya dan menjamurnya dunia pertelevisian di indonesia menurutnya juga sudah tidak terlalu sehat. Media yang menginformasikan ke publik diarahkan untuk menggiring warga pada kekuasaan pemiliknya. “Dan saya tidak mau menjelaskan, masyarakat sudah mengetahui televisi tersebut. Tegasnya. (Yuliarso)