FSSR UNS GELAR: SEMINAR NASIONAL

Bertempat di ruang seminar Lt II Fakultas Sastra dan Senirupa, PMPA Sentra Bhuana Fakultas Sastra Seni Rupa UNS, bekerja sama dengan FORSIS (Forum Silaturahim Santri) menyelenggarakan seminar yang mengambil Tema : “Memperkokoh Ideologi Pancasila: Diskursus Komunisme di Indonesia” Kamis, 27/02/14

Seminar nasional  sehari tersebut menampilkan pembicara:  Tsabit Azimar Ahmad, SPd, MPd dosen Fakultas Sastra Senirupa Undip Semarang; Drs. Supariadi, M.Hum dosen Fakultas Sastra Seni Rupa UNS dan Winarso dari Sekretariat Bersama (Sekber) 1965. Seminar yang diikuti ratusan peserta dari berbagai lapisan terdiri : Mahasiswa,  guru MGMP, organisasi sosial /kemasyarakatan,  instansi pemerintah termasuk Monumen Pers Nasional Surakarta.

Dalam sambutan pembukaanya PD III, Supono Sasongko, SH, MHum, mengatakan: Bangsa Indonesia telah mengalami fluktuasi naik turun dalam proses berbangsa dan bernegara, diharapkan seminar ini dapat memberikan sumbangsih dan manfaat bagi peserta dan masyarakat umum terutama generasi muda.

Azis Fathurohman, MA selaku ketua Forsis dalam pengantarnya mengatakan: “Rentang sejarah tak bisa lepas dari ideologi kekuatan besar seperti: Agama, Sekularisme, Komunisme. Dan Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia justru lebih besar dari tiga kekuatan diatas. Lebih lanjut  ia menegaskan Pancasila dan NKRI adalah harga mati. Masyarakat Indonesia yang Nasionalis, Agamis religius hanya dapat diwadahi dalam Pancasila, untuk itu Pancasila harus diperkuat dan diharapkan menjadi main stream kebangkitan bangsa.”

fssr1Tsabit Azimar pembicara pertama mengambil judul “Komunisme dan Trauma dalam Perspektif Sejarah”  mengatakan : Sebelum kemerdekaan Indonesia antara komunisme dan islam saling bahu membahu karena secara universal sama sama menganut anti penindasan.  Semaoen  dari Sarekat Islam (SI) Semarang  tertarik dengan  gagasan komunisme yang begitu konkret dan dianggap sesuai dengan pergerakan nasional  dan visi anti kolonialisme.  Marco Martodikromo mengatakan bahwa kesamaan antara tujuan islam dan sosialisme adalah keselamatan dan kesejahteraan. Peristiwa pemberontakan PKI Madiun oleh Muso, dan G 30 S/ PKI  membuat Komunis di Indonesia terjun ketitik nadir, lebih-lebih lagi keluarnya Ketetapan MPR Nomor XXV/ MPRS/ 1966 yang berisikan pembubaran dan pelarangan PKI dan organisasi sayapnya.

Tzabit Azimar menyimpulkan, “ Pelarangan ideologi pada dasarnya adalah persoalan siapa yang menang dan yang kalah, komunisme tidak akan pernah dapat dihilangkan dari sejarah Indonesia, karena pernah menjadi bagian dari jati diri bangsa. Selagi kapitalisme  masih ada maka benih komunisme akan tersemai melakukan perlawanan, yang penting kita menyikapinya dengan arif dan bijaksana”

fssr2Winarso dari Sekber 1965 dalam paparanya mengatakan: “Pancasila bukan hanya sekedar ideologi, ia adalah asas,  roh – nafas dan jiwa  bangsa.”

The fouding fathers telah mengikrarkan Hakekat  Kemerdekaan bangsa : Berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam bidang budaya. Untuk itu kita harus kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 serta melaksanakan Pasal 33 UUD 45. Bung Karno mencita-citakan terbangunnya karakter bangsa melalui front nasional dengan tiga kekuatan besar Nasonal, Agama dan Komunis yang akan menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang berdikari dan sampai terjadinya  tragedi 1965 yang memakan banyak korban jiwa. Orde Baru dengan UU.1 Th. 1967 membuka masuknya modal asing.

Secara singkat Winarso menyampaikan dosa Orde Baru adalah menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang besifat pragmatis, sedangkan dosa Reformasi adalah mengamandemen  UUD 1945 Pasal 33 untuk kepentingan modal asing yang berpaham neo liberalisme (Kapitalisme. Imperialisme).

fssr3Sedangkan  Drs.Supariadi, M.Hum,  dosen jurusan sejarah FSSR UNS menampilkan makalah: “Rekonsiliasi : Upaya Berdamai dengan Masa Lalu” mengatakan: “ Memahami sejarah adalah sebuah proses berkesinambungan dan perubahan dalam dinamika kelampauan merupakan salah satu jalan untuk lebih mengenal kekinian dan menatap lebih terang masa yang akan datang.”

salah seorang peserta saat mengajukan pertanyaan
salah seorang peserta saat mengajukan pertanyaan

Dalam sejarah Indonesia gerakan radikal pemberontakan Komunis telah terjadi di era pemerintahan kolonial 1926/27, peristiwa Madiun dan G 30S/PKI

Orde baru menstigmasikan bahwa komunis adalah enemi (musuh bersama) yang harus dilawan, padahal peristiwa tersebut merupakan bagian sejarah yan tak mungkin dihapuskan.

Supariadi lebih jauh menegaskan, “Rekonsiliasi adalah sebuah kebutuhan untuk dapat keluar dari beban masa lalu, pihak yag terkait harus berdiskusi dan masyarakat maupun pemerintah menjadi mediasi, Gus Dur ketika  menjadi ketua PB NU telah mengambil langkah rekonsiliasi social cultural karena organisasi yang dipimpinnya mempunyai pengalaman berbenturan langsung ketika peristiwa 1965 terjadi.”

“Konflik dan integrasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pejalanan sejarah  Indonesia, adakalanya konflik terselesaikan sehingga terjadi integrasi, sebaliknya konflik yang terjadi terus menerus menghambat integrasi, perlu dicarikan solusi terbaik agar konflik yang berujung pada kekerasan dan genosida bisa terselesaikan dengan baik melalui rekonsiliasi ” pungkasnya. (Supardi, SSos)

Message Us on WhatsApp