Ketika sedang menonton film atau serial bertema perang, seringkali kita temui scene dimana terdapat sekelompok pasukan pembawa alat musik seperti drum, trompet maupun alat musik lainnya dan membuat suasana perang berubah secara drastis.  Hal tersebut terkadang menimbulkan pertanyaan dalam benak kita, mengapa terdapat alat musik dalam medan perang? dan seperti apa hubungan antara keduanya?

Musik dan perang pada dasarnya menjadi dua hal yang tidak dapat terpisahkan dalam perjalanan sejarah. Dalam The Art of War karya Niccolo Machiavelli disebutkan bahwa terdapat beberapa alat musik seperti drum, flute, dan trompet sebagai media yang sangat penting dalam peperangan. Drum dan flute digunakan untuk melatih kedisiplinan maupun dalam mengatur pergerakan tantara. Sementara trompet memiliki suara yang nyaring dan bertenaga. Adapun menurut Sun Tzu, musik berperan sebagai media untuk memberikan energi semangat kepada para prajurit dalam pertempuran. 

Barisan Moesik Balatentara ketika mengangkut alat musik sebelum mengadakan konser

Dengan kata lain, secara umum terdapat dua fungsi musik dalam perang yaitu sarana komunikasi dan psikologis. Sebagai alat komunikasi, musik digunakan untuk memberi sinyal ataupun kode komando di medan perang. Sedangkan dari aspek psikologis, musik menjadi sarana untuk menumbuhkan semangat moral dan patriotisme para prajurit.

Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) terdapat pasukan musik yang Barisan Moesik Balatentara. Keberadaan pasukan tersebut termuat dalam majalah Djawa Baroe No. 10, edisi 15 Mei 1944. Barisan Moesik Balatentara merupakan prajurit yang bertugas untuk menghimpun semangat tentara Pembela Tanah Air (PETA). Pasukan tersebut seringkali juga mengadakan konser secara keliling dari kampung ke kampung serta disambut dengan antusiasme tinggi oleh masyarakat. Diantara lagu yang dibawakan adalah “Tentara Pembela Tanah Air” dan “Hancurkanlah Inggris/Amerika”.

Barisan Moesik Balatentara ketika mengadakan konser di depan tantara PETA dan masyarakat umum

Bagi masyarakat pribumi, keberadaan Barisan Moesik Balatentara tentunya memiliki pengaruh yang besar. Pada saat perang Asia Timur Raya sedang berkecamuk, masyarakat dan prajurit PETA memerlukan dukungan tidak hanya secara fisik namun juga psikis. Konser yang diadakan oleh Barisan Moesik Balatentara menjadi tempat untuk memupuk kembali semangat perjuangan melawan kolonialisme barat. Disamping itu, adanya pasukan tersebut juga berdampak pada menurunnya ketegangan yang muncul dalam masyarakat sipil akibat perang yang sedang berlangsung. (Setya Yoga)

Referensi:

Majalah Djawa Baroe No. 10, edisi 15 Mei 1944.

The Complete Art of War. 2012. New York: Start Publishing LLC