Direktur Jenderal World Health Organization (WHO) Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan bahwa di masa ini masyarakat tidak hanya berjuang melawan epidemi melainkan juga infodemi (2020). Berbagai informasi yang beredar dan dikonsumsi masyarakat melalui media sosial seringkali menyebabkan simpang siur informasi yang berakibat terjadinya hambatan terhadap upaya penanganan pandemi Covid-19 di berbagai wilayah Indonesia.

Beredarnya hoax mengenai vaksin baik dari segi kehalalan maupun bahaya efek sampingnya, menyebar dengan cepat melalui grup WhatsApp dan mengakibatkan sikap penolakan dari sejumlah masyarakat. Argumen pendapat antara pro dan kontra vaksin juga sering ditemui di berbagai platform media sosial. Hal ini jika dibiarkan tentunya dapat semakin menghambat pelaksanaan program vaksinasi nasional. Kemudian bagaimana upaya pemerintah dalam menghadapi kendala infodemi tersebut?

Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo, Usman Kansong memaparkan pendapatnya dalam kesempatan acara Ngobrol Pintar (Ngopi) Bareng di Monpers yang disiarkan oleh TATV pada Jumat (27/08). Beliau mengawali dengan peran media digital yang dewasa ini menjadi sangat penting bagi masyarakat. Berdasarkan survey masyarakat Indonesia lebih banyak mengakses media sosial untuk memperoleh informasi, bahkan media arus utama pun ikut melebarkan sayap ke media sosial.

Tantangan pemerintah saat ini adalah membuat strategi komunikasi publik dalam mengantisipasi infodemi di masyarakat, yaitu:

  1. Melakukan penyusunan data, framing, narasi tunggal, agenda setting, dan analisis SWOT,
  2. Pembuatan konten teks dan multimedia yang akurat, kreatif dan menarik,
  3. Menyebarkan informasi melalui berbagai platform baik media arus utama maupun media sosial.

Usman Kansong menjelaskan bagaimana konten informasi yang disampaikan melalui media digital harus memiliki karakteristik kreatif, ringkas dan menghibur, memiliki daya tarik visual, memberikan informasi yang rasional dan proporsional, serta mendukung narasi tunggal dari pemerintah ke masyarakat yang berisi informasi yang sama dan konsisten.

Kementerian Kominfo terus melakukan edukasi kepada masyarakat melalui literasi digital dalam konteks penanganan Covid-19 dengan melibatkan berbagai lapisan masyarakat, tokoh agama, mahasiswa, partai politik dan media massa. Tujuan edukasi agar masyarakat tidak lekas percaya berita hoax, mendukung gerakan saring sebelum sharing, mencegah masyarakat untuk tidak membuat hoax, dan menyebarkan informasi yang benar dan akurat melalui berbagai platform.

“Disinformasi tumbuh subur ketika ada situasi krisis seperti pandemi atau ketika dinamika masyarakat sedang tinggi seperti masa pemilu. Untuk itu pemerintah harus selalu siap melakukan antisipasi karena disinformasi tidak akan bisa dihilangkan, akan tetapi dapat ditekan penyebarannya secara kuantitafif dan kualitatif”, jelasnya.

Pemerintah berupaya mendorong kepercayaan dan partisipasi masyarakat terhadap program vaksinasi melalui konten berisi ajakan untuk melakukan vaksinasi. Pemerintah juga menyediakan konten edukasi yang rasional dan proporsional untuk memberi wawasan yang benar tentang vaksinasi. Setiap informasi yang disebarluaskan telah diverifikasi oleh para ahli terkait vaksinasi Covid-19. Selain itu pemerintah juga melakukan monitoring dan memberikan kontra narasi terhadap berita hoax yang berkembang di masyarakat.

Sejauh ini hasilnya dapat dilihat berdasarkan survei bahwa sisi antusiasme masyarakat melakukan vaksinasi semakin meningkat. Hasil survei di bulan Januari 2021 menunjukkan hanya 40% responden menyatakan mau divaksin, namun saat ini respon masyarakat sudah meningkat diatas 80%.

Kementerian Kominfo sebagai government public relations memiliki tujuan yaitu menjadi rujukan informasi dari pemerintah ke masyarakat yang disebarluaskan melalui berbagai media sosial dan media arus utama. Saat ini tugas pemerintah adalah menyediakan informasi secara pro aktif untuk menangkal berkembangnya disinformasi yang menghambat program vaksinasi nasional.

Salah satunya melalui kanal yang disediakan pemerintah yaitu aplikasi PeduliLindungi yang saat ini telah diunduh sebanyak 28 juta kali dan secara aktif digunakan oleh 5 juta pengguna. Hal ini menunjukkan masyarakat sudah mulai mempercayakan informasi yang disediakan satu pintu dari pemerintah.

Di akhir diskusi, Usman Kansong menyatakan harapannya agar masyarakat memiliki strategi dalam mengidentifikasi dan menyaring informasi hoax. Beliau juga memberikan tips untuk mendeteksi informasi hoax yaitu dengan cara:

  1. Jika sebuah informasi viral melalui berbagai media sosial, selalu periksa apakah informasi tersebut too-good-to-be-true atau too-bad-to-be-true, keduanya memiliki kecenderungan mengandung disinformasi.
  2. Perhatikan pesan jika mengandung kata SEBARKAN dan kalimat-kalimat yang tidak sesuai kaidah bahasa yang benar, maka patut dicurigai informasi tersebut mengandung disinformasi.

(Arnain)