Peringatan 17 Agustus 2014 terasa agak berbeda dengan tahun sebelumnya terasa lebih berwarna dan bermakna.  Perayaan 17 Agustus tahun ini ditandai dengan masih bergulirnya sengketa antara Calon Presiden dan Wapres No. 1 Prabowo Subianto – Hatta Rajasa yang  menggugat keputusan (Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) ke  Mahkamah Konstitusi (MK).

Sumber gambar : http://regresar-a-itaca.blogspot.com/
Sumber gambar : http://regresar-a-itaca.blogspot.com/

Suasana Pemilu Presiden yang dilangsungkan pada tanggal  9 Juli 2014, terkesan riuh-rendah, saat  kampanye yang diwarnai dengan propaganda hitam (black proganda) tetapi lebih populer dengan kampanye hitam (black campain) yang tidak hanya memanfaatkan media mainstream (TV, Radio, Cetak) bahkan yang jauh lebih gegap gempita  lagi, perang di media sosial yang sungguh sangat keterlaluan tanpa etika dan kesantunan.

Pada penghitungan suarapun suasana tidak mereda, penghitungan melalui Quick Count yang dilakukan oleh lembaga survey memunculkan media yang pro terhadap salah satu calon, maka munculah media partisipan terhadap masing-masing kubu, yang mebuat pemberitaan tidak lagi memenuhi kaidah jurnalistik yang berimbang, tidak ada check and recheck hanya menonjolkan kandidat yang didukungnya. Media pendukung masing-masing kubu saling memberitakan klaim kemenangannya.

Penghitungan Real Count pun sempat menjadi polemik, bukan cuma itu penghitungan manual yang dikeluarkan lembaga resmi pelaksana Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai peraih suara terbanyak Pemilu Presiden 2014, dengan   70.997.85 suara (53,15 persen) pada Pemilu Presiden 2014. Jumlah itu berselisih 8.421.389 suara dari pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, yang meraih 62.576.444 suara (46,85 persen) yang  berujung  gugatan sengketa pemilu.

The founding Fathers ketika memproklamirkan kemerdekaan tidak pernah berpikir setelah merdeka saya akan memperoleh apa yang ada dalam benak mereka bagaimana kemerdekaan itu dapat diraih meskipun harus ditebus dengan pengorbanan, harta benda, bahkan nyawa sekalipun.

Begitu juga dengan calon presiden dan wakil presiden ketika  menyampaikan visi, misi dan programnya dengan maksud semata-mata mengabdikan diri kepada rakyat, untuk Indonesia yang lebih baik, bahkan dengan penuh sikap satria mengatakan siap menang tidak jumawa  dan siap kalah dan legawa.

Meningkatnya partisipasi rakyat mempergunakan hak pilihnya pada pilpres 2014 patut mendapat apresiasi, merupakan bentuk kesadaran akan hak politiknya memberi andil menentukan arah Indonesia paling tidak untuk lima tahun kedepan, mengharapkan pemimpin  terpilih  akan membawa harapan dan  keadaan menjadi lebih baik. Rakyat sebenarnya tidak mempermasalahkan siapa yang jadi pemenang karena yang terpenting bagi mereka telah mempergunakan hak pilihnya  sebagai warganegara yang baik, rakyat tidak ada urusan dengan politik.

Presiden RI  terpilih adalah representasi rakyat, berarti memang dikehendaki oleh rakyat adalah harapan baru,  harapan akan terwujudnya cita-cita luhur para pendiri bangsa Indonesia. menggapai cita-cita kemerdekaan Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari di lapangan ekonomi, dan berkepribadian secara budaya.

Pemilu presiden  memerlukan ongkos politik yang tidak sedikit (high cost)dan menyita begitu banyak waktu dan pikiran dan energi. Apapun keputusan MK sudak selaiknya dihormati dan diterima semua pihak.  Integritas dan interdepedensi uji benar-benar diuji, MK adalah the guardian of constitution dan benteng terakhir untuk memperoleh keadilan di Indonesia yang tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun.

Mari dengan semangat dan jiwa proklamasi kemerdekaan 1945 kita bangun dan bentuk kepribadian/ karakter bangsa Indonesia yang tangguh, cerdas, berakhlak mulia untuk Indonesia yang lebih baik, menuju Indonesia emas 2045. (Hery Kamiyono)