Bapak Koperasi Indonesia – Bung Hatta dapat tersenyum bahagia di alam sana ketika Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU No. 17 tahun 2012 tentang perkoperasian pada tanggal 28 Mei 2014. Berbagai elemen koperasi mengajukan uji materi yang terdiri : Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GPRI) Provinsi Jawa Timur, Pusat Koperasi Unit Desa (Puskud) Jawa Timur, Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowanjati), Pusat Koperasi An-Nisa Jawa Timur, Pusat Koperasi Bueka Assakinah Jawa Timur, Gabungan Koperasi Susu Indonesia dll.
UU No 17/ 2012 ditenggarai sarat dengan kepentingan pemilik modal itu sungguh menciderai hati rakyat Indonesia . Roh korporasi seolah terus menerus dirasukkan ke sendi-sendi kehidupan negara, termasuk jiwa usaha yang sesuai dengan kegotongroyongan UU Perkoperasian 2012telah menghilangkan asas kekeluargaan dan gotong royong yang menjadi ciri khas koperasi. UU No. 17/ 2012 jelas- jelas bertentangan dengan UUD 1945, cenderung menganut paham liberal dan mengusung semangat kapitalisme yang jelas tidak sesuai dengan prinsip koperasi di Indonesia.
Prinsip koperasi menurut UU no. 25 tahun 1992 adalah: Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka; Pengelolaan dilakukan secara demokrasi; Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing anggota; Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; Kemandirian; Pendidikan perkoperasian; Kerjasama antar koperasi.
UU Perkoperasian no 17/ 2012 mengutamakan skema permodalan materiil dan finansial, mengesampingkan modal sosial yang justru menjadi ciri fundamental koperasi sebagai suatu entitas khas pelaku ekonomi berdasarkan UUD 1945.
Oleh karena itu filosofi UU Perkoperasian yang baru ternyata tidak sesuai dengan hakikat susunan perekonomian sebagai usaha bersama dan berdasarkan asas kekeluargaan yang termuat dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945. Pengertian koperasi dielaborasi dalam pasal-pasal lain dalam UU Perkoperasian, sehingga mereduksi atau bahkan menegasikan hak dan kewajiban anggota dengan menjadikan kewenangan pengawas terlalu luas, diantaranya Pengawas dapat memberhentikan pengurus koperasi tanpa persetujuan anggota. Akibatnya, koperasi tidak berbeda dengan perseroan terbatas. Koperasi menjadi kehilangan roh konstitusionalnya sebagai entitas pelaku ekonomi khas bangsa yang berfilosofi gotong royong.
Menjadi sangat kontradiktif, bila penggodogan UU No. 17/ 2012 memakan waktu cukup lama dengan biaya yang tentu saja tidak sedikit, tidak perlu diragukan kapasitas dan kapabilitas kementerian yang bertugas membidangi perkoperasian dan anggota DPR yang membahas perundangan tersebut yang diantara mereka tentu terdapat pakar –pakar koperasi yang mumpuni. Namun dengan hasil yang bertentangan dengan UUD 45 timbul pertanyaan, sesungguhnya UU itu dibuat untuk apa dan atas pesanan siapa ? sejauh mana kecakapan, kompetensi dan pemahaman dan kepedulian mereka yang terlibat dan memiliki wewenang untukmengembangkan koperasi di Indonesia?
Mungkin yang menjadi pemikiran mereka adalah kebutuhan dana untuk menjalankan roda bisnis, dibutuhkan modal yang tidak sedikit, maka dilakukan menarik modal dari pihak luar dan jelas hal ini membuat koperasi menjadi korporasi sebagaimana badan usaha lain. Pada korporasi , pemilik saham tidak memiliki keterkaitan dengan bisnis yang jalankan korporasinya, karena konsumen bukanlah pemilik korporasi. Korporasi lebih mementingkan permodalan meskipun dengan menegasi filosofi koperasi karena diprediksi mampu dan menghasilkan keuntungan yang tinggi.
Sedang koperasi mempunyai karakter utama dengan identitas ganda , pemilik sekaligus pengguna jasa yang kalau boleh meminjam istilah demokrasi . Koperasi : dari, oleh dan untuk anggota, sebuah koperasi dianggap berhasil apabila mampu memberikan manfaat dan meningkatkan kesejahteraan anggotanya meskipun margin keuntunganya hanya sedikit.
Ketangguhan koperasi telah teruji, cukup banyak badan usaha yang tumbang ketika Indonesia diterpa krisis ekonomi tahun 1998. Jiwa dan semangat koperasi adalah jati diri Indonesia. Koperasi Indonesia dalam tata-kelola dan tata-kuasa perkoperasian mempunyai tata-nilai sendiri yang jelas berbeda dengan negara lain, maka menjadi tidak elok ketika ada pihak-pihak ambisius dengan maksud tertentu ingin merubah jati diri koperasi Indonesia demi kepentingan segelintir orang yang bertujuan akan meruntuhkan soko guru ekonomi Indonesia.(Supardi).