Pemilihan Presiden (Pilpres) telah usai, tinggal menunggu keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan secara resmi  siapa pemenangnya pada tanggal 22 Juli nanti.

Pemilu merupakan pesta demokrasi lima tahunan yang tidak hanya memeras tenaga dan pikiran apalagi tim sukses masing-masing kandidat pasti tidak sempat untuk beristirahat, begitu juga dengan pembiayaannya  dana yang dikeluarkan pastilah tidak  sedikit  untuk dapat menyukseskan dan memenangkan jagoannya.

Sembari menunggu pengumuman resmi KPU, kita disuguhi Quick Count (hitung cepat) yang dilakukan oleh berbagai lembaga survey yang ditayangkan dan dimuat  melalui media masa elektronik maupun cetak.

Sumber gambar : lensaindonesia.com
Sumber gambar : lensaindonesia.com

Tercatat beberapa lembaga survey yang mempublikasikan hasil kerja mereka antara lain: Puskaptis, Indonesia Research Center, Lembaga Survei Nasional, dan Jaringan Suara Indonesia, Populi Center, CSIS, Litbang Kompas, Indikator Politik Indonesia, Lingkaran Survei Indonesia, RRI, dan Saiful Mujani Research Center.

Namun yang menjadi pertanyaan mengapa hasil survey tersebut terdapat perbedaan yang sangat mencolok ? Pasca pencoblosan hasil Qiuck Count yang ditayangkan: TV One, AnTV dan MNC Group (RCTI,Global TV dan MNC TV) dengan lembaga survey  Puskaptis, Indonesia Research Center, Lembaga Survei Nasional, dan Jaringan Suara Indonesia memenangkan kandidat nomor 1 Prabowo-Hatta.

Sedang  Populi Center, CSIS, Litbang Kompas, Indikator Politik Indonesia, Lingkaran Survei Indonesia, RRI, dan Saiful Mujani Research Center, Pool Tracking ditayangkan Metro TV, Kompas TV, SCTV, Indosiar, Trans Group mempublikasikan kemenangan  Capres no. 2 Jokowi-Jk

Apa itu Quick Count ?

Quick Count atau hitung cepat hasil pemilu adalah sebuah metode verifikasi hasil pemilu yang dilakukan dengan menghitung persentase hasil pemilu di TPS-TPS yang dijadikan sampel, untuk mendapatkan gambaran dengan akurasi yang lebih tinggi karena Quick Count menghitung hasil pemilu langsung dari TPS target, bukan berdasarkan persepsi atau pengakuan responden.

Quick Count menggunakan metode sampling dan kemampuan teknologi komunikasi. Metode Sampling merupakan  salah satu metode pemilihan sample dalam ilmu statistik akan menentukan tingkat akurasi hasil Quick Count. Tingkat akurasi Quick Count sangat tinggi ditentukan melalui rumus Margin Of Error (MOE). atau akan ditentukan oleh banyaknya sample yang digunakan, akurasi hasil Quick Count berkisar antara 98.80% s/d 99.05%.

Sebagaimana telah disinggung diatas dengan adanya perbedaan/ hasil yang bertolak belakang berarti ada salah satu diantara dua kelompok lembaga survey yang tidak kredibel tidak memenuhi unsur/ metode yang menjadi acuan atau  dalam menerapkan metode yang dipakai sampel yang diambil tidak memenuhi kaidah yang berlaku. Dan yang lebih miris lagi bila data yang dimunculkan merupakan data abal-abal/ manipulasi yang dilakukan penuh kecurangan demi untuk memenuhi pesanan, karena tak jarang lembaga survey biasanya juga merangkap sebagai konsultan publik pemesannya.

Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow (Tribunnews.com, 9/7/2014) mengatakan, “Melihat hasil seperti itu, sudah pasti ada lembaga survei berbohong. Ini tentusangat memprihatinkan. Pasti ada lembaga survei yang mengumumkan hasil sesuai kemauan yang membayarnya,” ujarnya.

Ketua Persepi Hamdi Muluk mengatakan: ‘Semua lembaga penelitian telah menandatangani fakta integritas”. Setiap peneliti harus memegang teguh semboyan “Peneliti boleh salah tapi tidak boleh berbohong”, berbohong pada penelitian adalah dosa besar. Metode Quick Count adalah anak kandung dari ilmu pengetahuan yang berpijak pada kebenaran, akal, pengalaman dan nurani. Di dalamnya terangkum sekumpulan teori-teori yang disepakati dan dapat diuji secara sistematik dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.

Semestinya lembaga survey tidak menciderai kepercayaan masyarakat dengan memberikan informasi yang tidak benar, masyarakat membutuhkan informasi yang akurat, jujur dan benar, karena kebutuhan masyarakat  terhadap informasi dijamin dan dilindungi oleh UU sebagai mana termaktub UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Bagaimana kita bersikap ?

Sebenarnya siapapun yang menjadi pemenang Pilpres nanti merupakan  kemenangan masyarakat dan  kemenangan demokrasi Indonesia yang telah menyalurkan aspirasi dan hak pilihnya secara cerdas dan bertanggung jawab yang berarti ikut pula memberi andil terhadap perjalanan negeri ini  lima tahun kedepan.

Maka diharapkan  kandidat, tim sukses, relawan dan simpatisan dan masyarakat sudah seyogyanya menahan diri, menunggu hasil akhir yang akan diumumkan KPU secara resmi tanggal 22 Juli 2014. Disamping itu media seharusnya dapat lebih bijak meniupkan angin kesejukan dengan tidak meng upload informasi/ sesuatu yang akan menimbulkan gesekan, kesalahpahaman, pertentangan dan permusuhan terutama diakar rumput.

Mari kita kawal bersama hasil Pilpres 2014 dengan tidak  terprovokasi, menjauhkan diri sentimen pribadi, golongan, kelompok apalagi sara. Presiden terpilih nanti menjadikan  keterpilihanya sebagai Amanah dari seluruh rakyat Indonesia sebagai sarana untuk merealisasikan Visi, Misi dan  programnya serta memenuhi janji  selama kampanye menyongsong Indonesia yang lebih baik. Semoga. (Supardi, SSos)