“SEHAT” HAK KITA SEMUA !

Refleksi Hari Kesehatan Nasional, 12 Nopember 2012

“Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat”  Tubuh yang sehat menjadi kebutuhan. Kita semua tak peduli berada pada tingkatan strata sosial ekonomi  apapun, hampir semua orang baru menyadari kesehatan itu mahal harganya ketika ia ditimpa sakit.

Ketika sakit kita terpaksa mengurangi aktifitas yang biasa dilakukan bahkan bisa jadi dengan terpaksa menghentikan segala kegiatan. Ketika sakit bukan saja harta yang harus dikorbankan untuk membiayai tetapi  juga waktu yang tersita agar penyakit  segera dapat disembuhkan. Saat  sakit pasti membutuhkan bantuan terutama keluarga dekat, kerabat, sahabat, minimal kita membutuhkan simpati  dan dorongan untuk sembuh.

Sumber gambar : http://www.dimsum.its.ac.id/id/wp-content/kesling11.jpg

Selama ini kita jarang berpikir atau  tidak punya perhatian dan  tidak peduli kenapa seseorang bisa terjangkit penyakit.  Konsep sakit yang  sering digunakan adalah kalau jatuh sakit barulah berfikir dan berusaha untuk sehat. Penyakit akan  menjadi topik dan menyedot  perhatian apabila pasien meninggal karena demam berdarah, malaria, diare, gizi buruk, atau pasien yang dianggap kurang mendapatkan pelayanan yang layak di Rumah Sakit.

Prinsip dasar kesehatan sebenarnya mulai dari hal yang sangat sederhana dalam keluarga dengan perilaku  misalnya ; mencuci tangan (dengan sabun) sebelum makan atau habis buang air besar, menyikat gigi , menutup mulut waktu bersin, buang air besar atau kecil ditempat yang sudah disediakan, tidak meludah dan  tidak membuang sampah di sembarangan, melakukan gotong royong untuk kebersihan lingkungannya, pemberantasan sarang nyamuk. Makan makanan yang halal, sehat dan bergizi, tidak merokok, menjauhi narkoba, olah raga yang teratur, tidak berhubungan seks bukan dengan pasangannya. Bagi ibu dan balita, imunisasi anak/bayi/Ibu hamil, menimbang anak/bayi di posyandu secara berkala, periksa ibu hamil di posyandu, bidan secara berkala, melahirkan dengan pertolongan tenaga kesehatan.

Untuk tempat tinggal,  rumah yang bersih yang cukup cahaya masuk, memiliki ventilasi dan tidak berlantai tanah, air yang bersih. Lingkungan yang sehat untuk kota, penataan kota yang teratur dengan taman-taman hijau, hutan kota sebagai penyangga paru-paru kota

Kriteria umum diatas ternyata masih belum menjadi kebiasaan, justru sering kita temui perilaku sebaliknya.  Jadi, bisakah hak kesehatan dipenuhi bila sebagian besar
perilaku kita belum sehat ?

Jaminan Kesehatan.

Deklarasi hak asasi manusia yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 10 November 1948 menyatakan : setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya.

Konvensi International tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Tahun 1966, juga mengakui hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai dalam kesehatan fisik dan mentalnya. Sebagai hak asasi manusia, maka hak kesehatan adalah hak yang melekat pada seseorang karena kelahirannya sebagai manusia, bukan karena pemberian sesorang atau negara, karenanya tentu saja tidak dapat dicabut dan dilanggar oleh siapapun.

Indikator dipenuhinya hak atas kesehatan adalah adanya  progressive realization atas tersedia dan terjangkaunya sarana pelayanan kesehatan untuk semua dalam kemungkinan waktu yang secepatnya.  Implementasi hak atas kesehatan harus memenuhi prinsip ketersediaan, keterjangkauan, penerimaan dan kualitas.  Tidak terpenuhinya hak atas kesehatan yang menjadi kewajiban negara dapat  dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia baik pada tingkat pelaksana (commission) maupun pembiaran (omission).

Hak Kesehatan  merupakan amanah konstitusi UUD 1945 sebagai penganut konsep negara kesejahteraan (welfare state). Dalam amandemen UUD 1945  Pasal 28 H Ayat 1 berbunyi: setiap penduduk berhak atas pelayanan kesehatan. Sementara pada pasal 34 ayat 3 berbunyi: negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas kesehatan yang layak.

Sedang tentang jaminan sosial terdapat pada Pasal 28 H ayat 3 yang  berbunyi: Setiap penduduk berhak atas Jaminan sosial.

Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) sudah mencakup jaminan bagi 76,4 juta orang miskin dan hampir miskin di Indonesia, maka Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) juga terkait dengan kebijakan kesehatan.

Dalam UU Kesehatan UU Nomor 36 Tahun 2009 pada Pasal 14 Ayat (1) menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Sedangkan Pasal 15 menyebutkan, pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan baik, fisik maupun sosial, bagi masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Selama ini pemerintah telah berusaha dengan berbagai programnya untuk meningkatkan taraf kesejahteran sosial termasuk masalah kesehatan, seperti jamkesnas, jamkesda dan berbagai program lainnya, namun efektifitas dari program tersebut sering tidak tepat sasaran biasanya yang menjadi masalah adalah data penduduk yang tidak akurat dan kriteria bagi mereka yang mendapatkan jaminan masih rancu antara daerah satu dengan daerah lain.

Program terbaru  yang dilakukan pemerintah UU No. 24/ 2011 tanggal 25 Nopember 2011 dan telah disetujui DPR adalah: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dengan program memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi seluruh rakyat Indonesia baik yang kaya maupun miskin, bahkan sistem layanan jaminan kesehatan tidak terbatas pada jenis  penyakit tertentu,  semua jenis penyakit akan dilayani termasuk cuci darah.

Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi mengatakan iuran BPJS dipotong dari gaji pegawai negeri sebesar 2 persen, buruh dan dan anggota TNI polri sebesar 3 persen dari gaji sedang fakir miskin tidak dipungut sama sekali, untuk pematangan sebelum dilaunching 1 januari 2014 masih perlu dilakukan beberapa kali pertemuan derngan Menteri Tenaga kerja dan Menteri Keuangan. (Jawa pos, 10/11).

 Dengan berlakunya UU tersebut diatas diharapkan ditemukan formulasi yang tepat untuk penyelenggaran kesehatan masyarakat sehingga tidak   terjadi lagi permasalahan yang timbul akibat program-program sebelumnya karena semua masyarakat mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan dasar kesehatan  tidak peduli mereka kaya atau miskin, berada diperkotaan maupun didaerah terpencil.

Fungsi kontrol  harus dilakukan secara berkesinambungan  dari instansi terkait maupun masyarakat luas untuk menghindari/meminimalisir kemungkinan terjadinya  penyelewengan yang mungkin dilakukan oleh pihak –pihak  tertentu, karena bagaimanapun bagusnya sebuah program bila dalam perjalanannya tidak dikawal dengan sungguh-sungguh bisa jadi tidak akan mencapai sasaran yang ditargetkan.

Terjaminnya kesehatan seluruh masyarakat akan berdampak terhadap sektor lainya, seperti pertumbuhan ekonomi, pendidikan yang muaranya adalah menjadi bangsa yang sehat, bangsa yang pintar, cerdas  dan produktif mampu berkompetisi. Hal ini akan berdampak pada   meningkatkan pendapatan dan taraf kehidupannya  dan keluar dari lingkaran kemiskinan, kebodohan dan dis- integrasi/ perpecahan. (Supardi, SSos)

Message Us on WhatsApp