Pada masa sekarang telah tercipta perang “termonuklir” yang terjadi di antara dua perusahaan teknologi (Apple dan Samsung), perang ini bermula saat pihak Apple menuduh Samsung telah menjiplak bentuk desain smartphone yang telah dipatenkan oleh Apple, kasus ini telah berlangsung selama lebih dari beberapa bulan. Hingga pada saat tulisan ini di buat, pengadilan di US yang menangani kasus ini, telah memenangkan pihak Apple dan mewajibkan pihak Samsung untuk membayar denda sebesar sekitar 10 trilliun rupiah. Gugatan ini juga masih berlangsung di beberapa negara dimana pihak Apple atau Samsung saling mengajukan gugatan terhadap pelanggaran penggunaan paten mereka di pengadilan tiap-tiap negara-negara tersebut. Anda mungkin tidak bisa bayangkan seberapa besar total kerugian yang akan dialami oleh salah satu pihak yang kalah dari seluruh gugatan itu. Paten desain itu diatur dalam Hak Kekayaan Intelektual (HKI), dan dikelola oleh sebuah badan khusus internasional, yaitu World Intellectual Property Organization (WIPO) suatu badan khusus PBB, dimana Indonesia termasuk salah satu anggotanya. Secara garis besar HKI dibagi dalam 2 (dua) bagian,yaitu:
- Hak Cipta (copyright);
- Hak kekayaan industri (industrial property rights), yang mencakup:
- Paten (patent);
- Desain industri (industrial design);
- Merek (trademark);
- Penanggulangan praktek persaingan curang (repression of unfair competition);
- Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit);
- Rahasia dagang (trade secret).
Sebagian masyarakat kita di Indonesia belum banyak menyadari akan pentingnya nilai Hak Kekayaan Intelektual (HKI) ini terutama di bidang teknologi informasi, musik, dan film. Hal ini tercermin dari banyaknya pengguna menggunakan perangkat lunak bajakan dan perangkat lunak bajakan tersebut sangat mudah dijumpai dan beredar di kalangan masyarakat. Penggunaan perangkat lunak bajakan merupakan salah satu bentuk pelanggaran atas HKI dari pihak konsumen, entah itu tidak disadari langsung oleh konsumen ataupun secara sengaja dan dengan sadar dilakukan dengan alasan personal. Di lain pihak, pembuat dan pengganda, pengedar dan yang memberi fasilitas untuk mengedarkan perangkat lunak bajakan inilah yang sebenarnya sebagai pelaku utama pelanggaran HKI. Secara langsung, penggunaan perangkat lunak bajakan telah merugikan si pencipta dan negara tersebut. Dari Business Sofware Alliance telah mencatat pada tahun lalu tingkat pembajakan perangkat lunak di Indonesia mencapai 86 persen, artinya lebih dari 8 dari 10 perangkat lunak yang di install oleh pengguna komputer adalah tanpa lisensi. Nilai komersial kerugian dari pembajakan ini sebesar US$ 1.467 milyar (sekitar Rp12,8 triliun). Lebih parahnya, saat ini penggunaan perangkat lunak bajakan tersebut hampir menjadi kebiasaan para kawula muda di Indonesia. Untuk memberantas pelanggaran ini sangat sulit dilakukan, akan tetapi untuk mencegah lebih dini kebiasaan ini sebenarnya dapat melalui edukasi, yaitu dengan memberikan pengertian atau melalui kurikulum pendidikan di sekolah. Salah satu caranya yaitu dengan penggunaan perangkat lunak open source (sumber terbuka) yang gratis dan legal pada saat di rumah atau dalam dunia pendidikan. Kebiasaan ini perlu lebih ditekankan terutama untuk anak-anak yang berusia muda karena akan lebih mudah membiasakan diri daripada yang telah dewasa. Hal ini memberikan beberapa manfaat, dimana pihak orang tua dan pengajar atau sekolah tidak perlu membeli perangkat lunak berlisensi yang mahal, begitu juga dengan murid yang semuanya belum tentu mampu untuk membeli lisensi perangkat lunak yang legal untuk digunakan di rumah demi mengikuti pendidikan tersebut. Di lain sisi, pihak negara juga tidak semakin dirugikan oleh pelanggaran dari pembajakan perangkat lunak tersebut. Dari edukasi tersebut dalam jangka panjang diharapkan kita akan memiliki generasi yang lebih perhatian dan sadar akan penggunaan perangkat lunak yang legal serta tidak ada lagi bentuk-bentuk pembajakan perangkat lunak, musik, film dan lain sebagainya yang merugikan negara. Karena siapa yang akan menanggung setiap kerugian negara? Tentu saja, secara tidak langsung adalah warga negara itu sendiri. (Christiannto Haryo Nugroho, A.Md.)