Menelusuri Monumen Di Kota Surakarta

Gambaran Peran Masyarakat Mempertahankan Kemerdekaan

Perjuangan bangsa Indonesia mewujudkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia merupakan sebuah proses panjang yang telah tercatat dalam sejarah . Di masa sebelum kemerdekaan para “fouding father” berjuang menggalang kekuatan , menyatukan ribuan pulau dalam cengkaraman penjajah Belandadan Jepang menjadi Indonesia yang merdeka. Dan ketika proklamasi kemerdekaan Indonesia telah dikumandangkan bangsa kita tetap harus tak berhenti berjuang menegakkan kemerdekaan karena Belanda masih terus berupaya kembali menancapkan kekuasaannya di Indonesia.

Proses panjang meraih Kemerdekaan Indonesia merupakan kerja keras perjuangan yang didukung oleh segenap elemen bangsa tidak hanya kaum intelektual tetapi juga kaum priyayi, pedagang, petani, buruh, dan juga rakyat jelata. Banyak dari anak bangsa tewas dalam perang bahkan ada juga masyarakat sipil yang ikut tewas dibantai menjadi korban ganasnya perang.

Sekarang bangsa Indonesia merayakan kemerdekaan yang ke 47. Untuk mengenang perjuangan rakyat di kala mempertahankan kemerdekaan kita bisa melihat bahwa dalam catatan sejarah masyarakat Surakarta juga ikut terlibat , berperan secara aktif dalam mendukung perjuangan meraih cita-cita kemerdekaan. Ada berbagai peristiwa penting yang terjadi di masa itu dan bahkan tercatat sebagai peristiwa yang memilukan karena banyak korban tewas di tempat tersebut. Tempat-tempat terjadinya peristiwa itu ditandai dengan prasasti atau monumen yang mungkin tidak banyak diketahui oleh masyarakat diantaranya : Prasasti Penyerbuan Kenpetai Surakarta di Jalan Slamet Riyadi , Prasasti Pembantaian Rakyat di Gading, Monumen Laskar Putri di Jalan Mayor Sunaryo .

MONUMEN PEREBUTAN KEKUASAAN JEPANG DAN PERTEMPURAN KENPETAI SURAKARTA

Monumen ini terletak di jalan Slamet Riyadi 171 Surakarta, sebelah barat gedung pertemuan Batari . Diresmikan pada tanggal 13 Oktober 1985 untuk memperingati peristiwa Perebutan Kekuasaan dari Pemerintah Sipil Jepang Koti Jimu Kyoku dari Shochokan Watanabe kepada Ketua Komite Nasional Indonesia (KNI) Daerah Surakarta Mr. BPH Soemodiningrat , penyerahan kekuasaan Tentara Jepang dari Komandan Letkol T. Mase kepada KNI Daerah Surakarta dan penyerbuan terhadap Markas Kenpetai sebagai beteng terakhir kekuasaan Jepang di Surakarta .

Pada masa awal kemerdekaan Indonesia tepatnya tanggal 1 Oktober 1945 Pemerintah Sipil Jepang telah menyerahkan kekuasaan pada Ketua Komite Nasional Indonesia di Surakarta dan kemudian tanggal 5 Oktober 1965 Panglima Pasukan tentara Nippon daerah Surakarta T. Masse juga telah menyerahkan kekuasaannya atas semua persenjataan tetapi Kenpetai tidak mau menyerahkan kekuasaan dengan alasan Kenpetai tidak dibawah komando atau perintah T. Masse melainkan langsung dibawah komando Jawa Kenpetaicho .

Pada tanggal 12 Oktober 1945 upaya perundingan dengan pihak Kenpetai dilakukan lagi oleh Ketua Komite Nasional Indonesia disertai beberapa wakil , pimpinan barisan rakyat dan Barisan Keamanan Rakyat ( BKR ) . Delegasi ini menemui Komandan Kenpetai Surakarta Kapten Sato dan meminta agar segera menyerahkan kekuasaan , hasil perundingan adalah Kenpetai mau menyerah dengan syarat penyerahan di lakukan di Tampir Boyolali tempat pertahanan Jepang.

Tetapi kesepakatan itu mengundang reaksi ketidak puasan dari pimpinan barisan rakyat dan Badan Keamanan Rakyat. Mereka menghendaki penyerahan senjata di Surakarta , para anggota barisan rakyat dan Badan Keamanan Rakyat pada waktu itu adalah para pemuda pejuang revolusioner dan keras pendiriannya karena kebanyakan ex tentara PETA dan HEIHO. Mereka sudah memuncak kemarahannya karena sikap Kenpetai yang keras kepala. Akhirnya pada malam hari markas Kenpetai diserbu. Pertempuran berjalan sengit dan pada pagi harinya tanggal 13 Oktober 1945 Kenpetai Surakarta menyerah total. Dalam pertempuran itu jatuh korban dari pihak Indonesia bernama Arifin dan beberapa orang luka-luka .

Pihak Kenpetai yang menyerah dilucuti senjatanya, dan dikonsentrasikan di penjara Surakarta untuk selanjutnya dipindahkan ke Tampir hal ini untuk menghindari kemungkinan balas dendam rakyat Surakarta karena Kenpetai dikenal sangat kejam.

Dengan menyerahnya Kenpetai tanggal 13 Oktober 1945 maka habislah kekuasaan Jepang sebagai kekuasaan penjajah di daerah Surakarta.

MONUMEN PEMBANTAIAN / PENYEMBELIHAN RAKYAT OLEH PASUKAN GREENCAP

Monumen ini terletak di jalan Veteran- Gading Surakarta diresmikan pada tanggal 22 Agustus 1987 sebagai upaya memperingati peristiwa Pembantaian Rakyat oleh Pasukan Green Cap tanggal 11 Agustus 1949.

Walaupun proklamasi kemerdekaan Indonesia telah dikumandangkan tetapi Belanda terus berupaya untuk kembali menguasai Indonesia.Hal ini terbukti 9 September 1945 Belanda memboceng Sekutu masuk ke Indonesia dan menguasai Jakarta yang mengakibatkan Ibukota Negara Republik Indonesia pindah ke Yogyakarta pada bulan Januari 1946 .

Keadaan ini terus berlanjut dengan Aksi Militer II pada 19 Desember 1948, Belandasecara agresif menyerang , Lapangan Terbang Maguwo Yogyakarta dihujani bom dan Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda . Belanda menyatakan bahwa mereka tidak terikat pada persetujuan Renville dan terus mengadakan penyerbuan ke seluruh wilayah Indonesia termasuk Surakarta .

Setelah berlangsung pertempuran yang terus menerus di Surakarta antara pasukan Republik Indonesia melawan tentara Belanda maka berdasarkan hasil perundingan Roem Royen Panglima Besar Jenderal Soedirman memerintahkan gencatan senjata yang berlaku sejak tanggal 11 Agustus jam 00.00 . Pasukan Indonesia sungguh mematuhi perintah itu tetapi sebaliknya pasukan Belanda tidak mematuhi ketentuan perintah gencatan senjata yang ada dan melakukan pelanggaran diantaranya peristiwa penembakan Samto dan pembantaian warga sipil di PMI Gading .

Di Surakarta salah satu pertahanan tentara Belanda adalah sekitar perempatan Gading. Tentara Belanda yang menduduki tempat itu adalah pasukan Green Cap .Pasukan ini baru saja didatangkan dari Semarang mereka terkenal kejam. Sedangkan perempatan Baturono merupakan pos pertahanan terdepan pasukan Gerilya tentara Republik Indonesia.

Saat itu tanggal 11 Agustus 1949 jam 04.00 seorang anggota tentara gerilya Republik Indonesia dari Pos Pertahanan Baturono bernama Samto merasa sudah ada gencatan senjata yang artinya aman karerna tidak ada pertempuran dan permusuhan. Dia minta izin komandan pos pertahanan dan teman-teman untuk menenggok keluarganya di kampung Wiryodiningratan sebelah selatan perempatan Gading . Samto berangkat bersama Kusnan salah seorang temannya. Belum terlalu jauh berjalan mereka berdua diserang oleh pasukan Belanda sehingga Samto tewas dan Kusnan luka-luka. Saat pasukan Gerilya Republik Indonesia akan meng-evakuasi jenasah Samto terjadi kontak senjata yang menewaskan seorang Pasukan Green Cap .

Selain peristiwa tersebut Pasukan Green Cap juga bertindak brutal dan kejam terhadap rakyat sipil, pengungsi di Markas PMI . Peristiwa ini terjadi juga di tanggal 11 Agustus 1949, setelah tertembaknya seorang tentara Green Cap di Gading. Markas PMI saat itu terletak di daerah Gading , rakyat yang dibantai itu adalah para pengungsi yang tidak berdosa dan tanpa daya diantaranya ada juga anggota Palang Merah Indonesia. Mereka dibunuh bukan dengan cara ditembak tetapi digorok dengan pedang dan pisau, mayatnya ditinggal begitu saja berserakan dan darah mengalir dari tubuh mereka, dan bahkan mengalir dalam selokan. Lebih dari 20 orang tewas dalam kejadian tersebut Padahal mereka rakyat yang tidak bersenjata, pasukan Green Cap benar-benar sadis tanpa perikemanusiaan.

MONUMEN LASKAR PUTRI INDONESIA

Monumen Laskar Putri Indonesia terletak di bekas Markas Brigif 6 KOSTRAD Jalan Mayor Sunaryo 1 Surakarta . Tepatnya sekarang di sebelah Timur Benteng Trade Center Surakarta, diresmikan pada tanggal 1 Maret 1989 .

Pembangunan Monumen Laskar Putri ini merupakan tetenger sejarah ke- ikut sertaan kaum wanita mengobarkan semangat perjuangan mengangkat senjata di masa perjuangan phisik .

Andil kaum wanita dalam masa perjuangan kemerdekaan tidak kecil dan memiliki nilai historis yang tercatat dalam sejarah bangsa. Di samping itu tentu saja juga sebagai upaya menanamkan jiwa patriotisme dan semangat perjuangan bagi generasi mendatang.

Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia terbentuklah Badan-badan Perjuangan di seluruh wilayah Indonesia untuk mengangkat senjata mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Kesatuan dan Badan-badan itu bertujuan untuk mendapatkan latihan-latihan Kemiliteran, Kepamongprajaan dan Ketrampilan lain sekaligus membentuk jiwa kepahlawanan/ patriotisme putra-putri Indonesia. Demikian juga di Solo beberapa kaum putri bertekad membentuk kesatuan bersenjata Laskar Putri Surakarta dan berhasil dibentuk tanggal 11 Oktober 1945. Anggota Laskar Putri berjumlah sekitar 200 orang remaja putri ( seluruhnya bujangan ) , baik bekerja atau masih sekolah. Tujuan didirikan Laskar Puteri Indonesia adalah membentuk pasukan tempur wanita sebagai pasukan cadangan , membentuk pasukan bantuan untuk melayani kepentingan pasukan garis depan maupun garis belakang .

Kegiatan Laskar Putri Indonesia Surakarta dalam menunjang suksesnya perjuangan bangsa adalah : latihan kemiliteran, mengkoordinir dapur umum, mengusahakan bahan makanan, membantu tenaga kesehatan di pos PMI, membantu bidang administrasi pada markas pertempuran dan menjadi penghubungkoordinasi dengan berbagai instansi.

Seiring dengan perkembangan situasi dan kondisi dan untuk menunjang rasionalisasi kelaskaran bersenjata dalam Kesatuan Bersenjata Republik Indonesia maka pada akhir tahun 1946 Laskar Putri indonesia dibubarkan.

Dari beberapa peristiwa yang dipaparkan tampaklah bahwa rakyat Surakarta ikut berperan dalam upaya mempertahankan kemerdekaan dengan semangat perjuangan dan tetesan darah. Kejadian ini baru sebagian kecil dari perjuangan dan pengorbanan rakyat Surakarta masih banyak berbagai peristiwa lain diantaranya pembantaian rakyat di daerah Pasar Kembang , penyerangan terhadap wanita, anak-anak dan rakyat di daerah Pasar Nongko yang menewaskan 36 orang , dan serangan umum 4 hari tanggal 7 -10 Agustus 1949 yang heroik.

Semua ini menunjukkan bahwa semangat untuk menjadi bangsa yang merdeka memerlukan pengorbanan besar seluruh rakyat pada waktu itu yidak hanya keringat dan airmata, tetapi juga darah dan nyawa . Seluiruh peristiwa yang telah lalu itu harus menjadi spirit bagi masyarakat saat ini untuk mengisi kemerdekaan dengan sebaik-baiknya sehingga pengorbanan mereka tidak sia-sia ( Rahayu Trisnaningsih, SS )

Buku Pustaka :

*Perebutan kekuasaan Jepang dan Pertempuran di Kenpetai Surabaya . 1985. Panitia Pelaksana Pembangunan

Monumen .

* Pasukan Green Cap Membantai Rakyat . 1987. Harian Umum Suara Bengawan

* Buku kenang-kenangan Peresmian Monumen Laskar Putri . 1989

Message Us on WhatsApp