Bangsa Indonesia yang mayoritas beragama pada bulan Ramadhan menunaikan amal ibadah puasa sebulan penuh, melatih diri mengendalikan diri dari berbagai godaan hawa nafsu.
Puasa sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Swt dalam firmannya, memerintahkan kepada orang yang beriman untuk berpuasa yang muaranya nanti menjadi orang yang bertakwa.
Berpuluh kali berpuasa sepanjang umur mestinya memberikan dampak positif terhadap perobahan perilaku yang selanjutnya juga akan mengarahkan negeri kepada perubahan yang lebih baik, namun yang terjadi justru semakin maraknya pelanggaran terhadap segala peraturan baik yang dibuat manusia maupun peraturan Tuhan sekalipun.
Memang tak dapat dipungkiri semakin meningkatnya ghirah/semangat dalam berkeagamaan pada bulan ramadhan , semakin banyak orang pergi umroh, begitu juga dengan meningkatnya majelis taklim diberbagai kota. Mediapun tidak tinggal diam dengan memberikan porsi yang cukup luas untuk tayangan religi.
Gejala peningkatan kegiatan keagamaan idealnya berbanding lurus dengan perbaikan moralitas bangsa, tetapi yang kita lihat terjadi kesenjangan yang semakin mencolok, ghirah yang meningkat justru tidak cukup berpengaruh untuk mengeliminir terjadinya kemungkaran, perbuatan keji, pembunuhan perampokan, pemerkosaan, seolah tidak ada dampaknya antara semaraknya kegiatan keagamaan dengan kehidupan masyarakat luas.
Indikasi ini akan semakin tampak nyata dengan maraknya perbuatan melanggar ketentuan agama dan hukum, tindakan korupsi, risywah/ suap masih berkembang bersimaharajalela baik dari tingkat yang paling bawah sampai yang paling atas sejak dari pejabat negara hingga tingkat pejabat desa, baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif seperti berkolaborasi, hampir semua kegiatan berurusan dengan korupsi, uang pelicin, apakah yang berkaitan dengan proyek sampai kepada urusan mutasi dan pengangkatan dalam posisi tertentu pada lembaga pemerintahan maupun lembaga publik.
Yang menjadikan semakin miris pemangku / pejabat kekuasaan adalah orang yang notabene kelihatan memiliki kualitas keberagamaan bagus, justru tidak amanah dengan kepercayaan yang diberikan, sebaliknya sebagai pejabat ia mempunyai otoritas dan keleluasaan untuk mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri dan kelompoknya. Kerusakan yang terjadi bukan saja pada individu yang bersangkutan tetapi membawa pengaruh terhadap lingkungan, institusi yang menyebabkan terjadinya distorsi dan kekacauan dalam penyelenggaraan pembangunan, negara dan pemerintahan .
Mengapa hal ini bisa terjadi ?
Mungkin puasa yang kita lakukan selama ini hanya sebatas puasa yang sekedar menggugurkan kewajiban hanya menahan lapar dan dahaga serta nafsu syahwat belum sampai pada tingkatan memaknai ibadah puasa itu sendiri. Puasa yang kita lakukan selama ini tidak bisa menjadi garansi bagi tewujudnya ruang publik yang bebas dari sikap rakus, tamak, melakukan pelanggaran, penyimpangan, karena masih sebatas seremonial sehingga tidak memberikan substansi apapun . Yang kemudian terjadi ketika puasa usai spirit puasa seolah tak berbekas apapun , bahkan lebaran yang seharusnya dimaknai sebagai hari kemenangan justru menjadi pintu gerbang kembali bermetamorfosis kehabitat semula yang penuh kepalsuan dan kemunafikan.
Adalah menjadi sebuah keniscayaan untuk dapat memaknai ramadhan tahun ini dengan harapan yang lebih baik sehingga melahirkan keinsafan bagi mereka yang selama ini mabuk kepayang dalam panggung kehidupan yang serba hedonis, kembali kepada fitrah manusia yang benar, menyukai kebaikan dan berbuat baik.
Puasa mengajarkan kepada kita untuk bersikap zuhud yang mendorong kita untuk sadar dan betanggung jawab terhadap semua perbuatan yang kita lakukan, bahwa apapun dan sekecil apapun yang kita perbuat pasti akan dimintai petanggung jawabannya tidak hanya kepada manusia namun dihadapan Yang Maha Penguasa.
Ramadhan seharusnya menjadi pijakan untuk meneguhkan fitrah yang menghajatkan dimensi lingkungan yang kental dengan dimensi transedental untuk menggapai keadilan dan kebenaran yang hakiki.
Semoga kita dapat memberi makna terhadap puasa Ramadhan tahun ini sehingga memberikan inspirasi bagi kehidupan bangsa dengan meningkatnya moralitas bangsa Indonesia yang lebih baik, bermartabat, bahagia sejahtera lahir dan bathin. (Supardi, S.Sos)