Uji Kompetensi Wartawan (UKW), Upaya Peningkatan Kualitas Wartawan

Pasca reformasi, pers laksana kuda lepas dari tali kekangnya, kran informasi yang selama ini nyaris tersumbat pada masa orde baru dibuka seluas-luasnya, terjadilah euforia yang kadang justru berlebihan.

Bila pada masa orde baru pers diawasi oleh Departemen Penerangan yang mempunyai otoritas membina, mengontrol bahkan mengendalikan agar pers tetap berada pada koridor yang benar “sesuai” dengan kehendak pemerintah, maka pasca reformasi tidak ada lagi peraturan yang harus dipatuhi.

Tumbangnya rezim orde baru dan di”delete”nya Deppen dari jajaran pembantu presiden berdampak tidak ada lagi regulasi yang mengatur perijinan, SIUPP apalagi pembreidelan/ pemberhentian terbit terhadap pers. Media bebas berkreasi dan mengekspresikan kebebasannya dalam berbagai hal, termasuk pemuatan pornografi, sadisme, gossip dan sebagainya.

Disadari atau tidak media dianggap oleh berbagai kalangan sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap kemerosotan dan rusaknya moral masyarakat. Koran kuning yang cenderung memuat hal yang bersifat bombastis, sadistis, pornografis dan berbagai hal yang “ ngegirisi “ menuntun masyarakat untuk mempunyai kecendrungan berselera rendah. Penilaian terhadap media diserahkan kepada masyarakat, bila media tersebut dianggap tidak dibutuhkan maka masyarakat akan meninggalkannya. Yang jadi pertanyaan masyarakat yang manakah yang dapat menilai kredibilitas sebuah media? Sementara sebagian besar masyarakat umum, adalah kategori menengah kebawah yang tidak mempunyai kemampuan untuk menilai benar tidaknya sebuah informasi, ketidakmampuan melakukan penilaian akhirnya berdampak “menganggap” apa yang diinformasikan sebagai sebuah kebenaran, sehingga terjadi dis-informasi atau bisa jadi ketika itu mereka hanya sekedar menjadi tong sampah informasi.

Meskipun demikian hal tersebut tidak bisa disama-ratakan karena diantara sekian banyak terbitan yang vulgar, masih banyak terdapat media yang tetap menjunjung tinggi nilai kepantasan dan kepatutan sesuai dengan etika.

Secara ideal media memiliki fungsi pemberi : informasi, hiburan dan pendidikan, yang berarti ketika media menyebarkan informasi didalamnya termaktub pendidikan dan hiburan, meskipun untuk mencapai sesuatu yang ideal cukup sulit, karena berbenturan dengan berbagai kepentingan baik internal maupun eksternal.

Sebenarnya tugas media sangatlah berat karena fungsi kontrol sosialnya, sehingga ia harus berlaku kritis terhadap segala hal yang tidak benar. Bahkan media disebut juga sebagai pilar/ kekuatan keempat dalam upaya penegakkan demokrasi disuatu negara, selain pemerintah (eksekutif), lembaga perwakilan rakyat (legislatif) dan lembaga pengawasan (yudikatif).

Untuk mendapatkan kualitas berita yang memenuhi kriteria dan mempunyai nilai dan bermanfaat bagi masyarakat dibutuhkan kemampuan yang wartawan mumpuni, disamping juga harus mematuhi kode etik jurnalistik.

Dewan Pers menetapkan peraturan No.1/ Peraturan-DP/II/2010 tentang Standard Uji Kompetensi Wartawan, dimana kompetensi wartawan meliputi kemampuan memahami etika dan hukum pers , konsepsi dan penyuntingan berita.

Standar Uji kompetensi Wartawan diklasifikasikan dalam tiga tingkatan: Wartawan Muda, Madya dan Utama. Sedang untuk tingkatan kompetensi sebagai contoh: untuk wartawan muda, melakukan liputan dan menyajikan berita sesuai dengan kode etik jurnalistik; wartawan madya, memahami penerapan kode etik jurnalistik dalam menentukan pilihan liputan sedang wartawan utama, mampu menafsirkan filosofi kode etik jurnalistik agar wartawan dan kepentingan publik terlindungi.

Dewan Pers menargetkan pada tahun 2012, seluruh wartawan Indonesia harus lulus Uji Kompetensi Wartawan, dan kepada masyarakat setelah tahun 2012 untuk tidak lagi melayani wartawan (abal-abal) yang tidak memiliki kartu kompetensi.

Uji Kompetensi Wartawan adalah sebuah keniscayaan dan merupakan tuntutan jaman terhadap pers agar kepentingan publik dan hak pribadi masyarakat terlindungi sekaligus menjaga harkat dan martabat wartawan, dan pada akhirnya akan terjadi Interaksi positif antara Pers, Pemerintah dan Masyarakat yang sebenarnya. (Supardi, S.Sos)

Message Us on WhatsApp