Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian: kesultanan siak

Nama: Waspada
Tipe: Koran
Tanggal: 2002-10-06
Halaman: 04

Konten


4cm 4cm SOROT Kasus Dusun Miskin Dan Kekurangan Gizi Di Deliserdang Sebuah Kelalaian Berbuah Derita Siaran Minggu WASPADA DARI dusun terisolir itu menyeruak kabar duka. Empat balita yang kekurangan gizi meninggal dunia (baca Siaran Minggu Waspada, 30/9). Berita duka itu menyebar ke mana-mana. Puluhan Media Massa Sumut memaparkan kasus lirih itu. Sehari kemudian, beberapa pejabat di Deliserdang seperti "kebakaran jenggot". Menyusul kemudian "tangkisan berita "versi Pemkab Deliserdang. Tak ada balita yang menderita busung lapar meninggal. Yang ada hanyalah balita yang kekurangan gizi meninggal dunia. Hebatnya, secara diam-diam beberapa jajaran pejabat teras di Pemkab itu "meng- gelar temu pers" untuk mengukuh "tang- kisan berita". Karena mereka menilai berita kematian itu sengaja dibesar-besarkan pers. Menyusul kemudian, kunjungan mendadak rombongan Bupati Deliserdang Drs Abdul Hafid MBA, ke dusun IX Pardo- muan itu, dua hari setelah peristiwa luka itu berlangsung. Tepatnya Senin (1/10) sekira pukul 11 siang. Bupati dan rom- bongannya itu memberi sumbangan uang sebesar Rp 2 juta. Setelah rombongan bupati meninggalkan dusun itu, kunjungan rombongan DPRD Deliserdang juga me- nyusul. Kunjungan yang mengatasnama- kan DPRD Deliserdang ini hanya diwakili empat orang anggota dewan. Masing-ma- sing Mujir Sikumbang (PAN), Drs Jafar (PPP), Siwi Hadisuwito (Golkar) dan Alis- man Saragih, SH (PDI-P). Rombongan ini memberikan sumbangan 20 kardus mie instan. Itulah sedikit gambaran "respon" dari pihak Pemkab maupun legislatif atas peris- tiwa malang di dusun IX Pardomuan, desa Durian, Kecamatan Pantailabu, Kabupaten Deliserdang itu. Selebihnya? Banyak pihak menilai bila tak ada peristiwa malang itu, bisa-bisa dusun Pardomuan dan dusun Siborong-borong yang letaknya terisolir itu selalu dianggap "tidak ada " "Itu semua berkat jasa media massa mempublikasikannya," papar seorang to- koh masyarakat Pantailabu dengan nada prihatin. Kepada SMW tokoh yang enggan disebutkan namanya ini menerangkan, bahwa kunjungan bupati dan anggota de- wan ke dusun itu dengan memberi sum- bangan yang "hanya" Rp 2 juta dan 20 dus mie instan itu merupakan gambaran sikap kurang terpuji. "Masak penduduk 30 KK yang menetap di dusun miskin dan terisolir, kemudian baru saja ketimpa musibah di- sumbang sebegitu?," papar sumber ini. "Sedang orang luar, sebuah organisasi kepe- mudaan saja memberi sumbangan lebih dari itu," lanjut sumber ini kesal. Tapi ada semangkok abstraksi yang tumbuh terlambat di abad ini Semangkok abstraksi tapi mengapa ia besar apa manfaatnya uang dua juta dan sekenyang apa dua dus mie kepada masya- rakat di sana. Tapi yang kita nilai, pihak pemkab dan legislatif tak pernah menga- kui kesalahannya selama ini," ucap seorang guru sekolah dasar dari Pantai Labu. Ibu guru yang mengajar bahasa Inggris di salah satu sekolah lanjutan swasta ini menam- bahkan, seharusnya sejak awal pemkab dan legislatif tahu kalau di daerah mereka ada dusun miskin dan bayi-bayi kurang gizi. "Ini kok tak bergidik rasa malu mere- ka, datang berkunjung saat duka dan mem- beri sumbangan alakadarnya itu. Apa de- ngan itu akan menyelesaikan masalah kemiskinan dan kesehatan di sana?," tukas ibu guru yang sudah tampak beruban ini. Lepas dari kekecewaan di atas sikap pandangan pihak pemkab terhadap peristi- wa itu sebatas "kemalangan biasa". Bupati sendiri saat kunjungannya memiliki pen- dapat lain. Dalam kata bimbingannya kepa- da penduduk setempat mengatakan musi- bah yang menimpa anak-anak disebabkan kekurangan gizi. Kekurangan gizi ini mung- kin dikarenakan kurangnya perhatian ora- ng tua dalam mengatur makanan. Demi- kian juga kurang dan tidak terpeliharanya lingkungan tempat tinggal. selalu hadir setiap kali Bupati juga melihat, tanah di dusun tersebut sangat subur namun tidak diman- faatkan dengan baik oleh masyarakat. Ma- ka dalam kunjungan itu bupati masih me- nghimbau agar masyarakat di dusun itu meningkatkan kepeduliannya terhadap kebersihan serta memanfaatkan lahan kosong sekitar dusun itu. ketika kita santap semangkok air dan sepiring nasi Menyangkut kesehatan, bupati mem- beri pesan agar masyarakat jangan malas pergi ke puskesmas agar dapat pertolongan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di- ingini, seperti yang dialami sejumlah anak- anak beberapa hari lalu. serangga tidak dibeli? Kami ini sudah lama. hidup dengan hasil yang cuma untuk ma- kan. Bila ingin beli baju, terpaksa jatah makan dikurangi. Akh, kalau cuma cakap. Siapa saja bisa cakap." Tudingan yang terakhir ini bisa saja benar. Berbagai sumber yang sempat dite- mui SMW memaparkan pendapat yang sama. Artinya, Dusun Pardomuan adalah "korban" ketidakjelasan program pengenta- san kemiskinan yang berkelanjutan dari pihak pemkab. Ironisnya, sikap "tak jelas" pemkab terhadap dusun-dusun miskin itu seperti "didiamkan" oleh pihak DPRD. "Andai wakil rakyatnya tahu tentang rak- yatnya, mereka pasti berteriak dan ngotot untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyatnya. Nyatanya, ada empat bayi ku- rang gizi meninggal mereka tak vocal dan mengusut mengapa dana tak turun ke dusun itu. Soalnya lagi, hingga sekarang DPRD Deliserdang hanya memberi sum- bangan 20 kardus mie instan ke dusun itu," papar sumber yang masih aktif di organisasi kepmudaan ini. Penduduk ini memang memohon agar namanya tak disebutkan. Toh, bicaranya yang lugas adalah sebuah ketegasan tentang kondisi muram kehidupan di dusun itu. Penawar "kata mutiara "dari bupati dinilainya hanya sekadar "angin lalu ". Juga bagi semua penduduk yang ada di SMW/Jabir Sebuah luka seharusnya menjadi pelajarana buat para pejabat di DS.Dusun ini akrab dengan derita. ini. Namun persoalannya bukan hanya ma- salah pengetahuan peta rakyat. Seorang mantan camat di wilayah Deliserdang pu- nya pandangan lain. Menurut pengalaman- nya, data penduduk dan desa-desa miskin sudah ada sejak dulu. Di masa lalu, kata sang mantan camat, program pengentasan kemiskinan terkelola dengan baik dan kon- sisten. Setiap jajaran yang ada ikut menyen- tuh ke arah pengentasan itu. "Bila sekarang terjadi seperti ini, itu bukan salah datanya tapi masalah sampai atau tidak, dilakukan tepat sasaran atau tidak," dalih sang man- BAIT puisi dari penyair nasional yang berdomisili di Deliserdang itu mungkin tan camat itu. Soalnya, lanjut sumber ini, bisa menangkap apa yang sesungguhnya dana miliran untuk kesehatan atau dana terjadi di Dusun IX Pardomuan itu. Puisi yang diperuntukkan ke desa-desa miskin tak mengalir sebagaimana mestinya. Bila saja mengalir, lanjut sumber ini, tak kan ada lagi desa terisolir dan balita kurang gizi di Deliserdng. Damiri Mahmud (1977) yang diberinya judul "Semangkok Abstraksi" seakan bukan saja menyuarakan tentang dahaga, kela- paran atau juga kemiskinan yang melanda rakyat kita. Tapi ada sebuah kedahagaan dan kemiskinan dari sebuah abstraksi yang belum juga tuntas. Entah dari mana data- ngnya. Memeluk kehidupan yang tengah berlangsung. Yang terjadi di dusun perpenduduk 30 KK itu memang mengisyaratkan sebuah abstraksi "yang tumbuh terlambat" namun "selalu hadir setiap kali". Sebuah dusun yang berada di tengah tanah subur namun terisolir. Sebuah komunitas yang tinggal di sebuah kabupaten yang sering menga- tasnamakan "daerah lumbung beras" na- mun empat orang balita telah meninggal kekurangan gizi. Dan para keluarga yang bernaung di gubuk rehek itu seakan "lenyap" dari pandangan bila kemalangan yang menimpa anak-anak mereka tak dilansir berbagai media. "Andai tak ada yang mati, dan tak ada wartawan menyuarakannya, dusun itu tak pernah dijenguk," ungkap Aminuddin Anhar Sembiring 55, salah seorang seniman Deliserdang pada SMW. Kemudian seni- man yang juga eksponen 66 ini menambah- kan itulah sebuah abstraksi yang kini ber- langsung di Deliserdang. Juga sebuah ironi, dimana kasus yang terjadi di dusun itu menyentakkan kesadaran kita bahwa se- lama ini para pejabat, terutama bupati, tak menguasai peta rakyat Deliserdang. "Mengapa ada dusun terisolir sementara gedung DPRD, kantor bupati dan jembatan penyeberangan begitu megah? Mengapa ada anak kurang gizi mati sementara ba- nyak kucuran dana untuk dinas keseha- tan?" ucap Amin pada SMW belum lama Benar tidaknya tudingan miring tadi, Dusun Pardomuan tetap saja terisolir dan penduduknya hidup miskin. Pasca mening. galnya bayi-bayi kurang gizi itu tak ada program tindaklanjut dari pemkab untuk mengangkat martabat kemelaratan yang sejak lama mendera di sana. Yang ada cuma sekadar sumbangan "ala kadarnya "dan sebuah imbauan tentang gotong royong. Hal ini dikemukakan salah seorang pendu- duk dusun itu saat SMW berkunjung. Me- nurut penduduk yang enggan disebutkan namanya ini, ketika peristiwa luka itu ter jadi di dusunnya hingga sekarang, yang banyak nilai sumbangannya bukan dari pihak pemkab atau DPRD, tapi dari AMPI Sumut maupun Deliserdang. Bukan hanya dusun itu. "Kalau setiap pejabat jujur, du- sun kami tidak seperti ini sampai sekarang. Selama ini kami harus bayar Rp 5000 per KK bila mendatangkan bidan posyandu ke dusun kami. Periksa kehamilan saja harus bayar Rp 15.000," keluh seorang ibu. Keluhan serupa juga menyarang di benak sebagian penduduk. Rata-rata me- reka merasakan- setelah peristiwa ini -ada saling menyalahkan di antara peja- bat yang berkunjung itu. Satu sisi mereka mendengar kabar bahwa Sekdakab DS Drs Chairulah SIp tak percaya ada balita me- ninggal kekurangan gizi di dusun itu. Satu sisi lagi mereka mendengar pihak puskes- mas kecamatan sudah melaporkan hal itu pada jajaran Pemkab. Toh, yang mereka tahu, pada masa kritis hanya ada satu organisasi kepemudaan (AMPI) yang sigap membantu mereka. Setelah itu ?Barulah banyak pejabat berkunjung. Malah mere- ka mendengar kabar sang Sekdakab tak sempat berkunjung ke dusun mereka ka- rena tersesat jalan. Empat balita kekurangan gizi telah meninggal. Deliserdang yang selalu menyandang predikat "Lumbung Beras " itu selayaknya berkaca: sejauh mana sebuah kelalaian bisa berakibat buruk buat rakyat. Setidaknya, bukan masalah "kurang gizi " dan "busung lapar " yang diperdebatkan, tapi mengapa masih ada anak-anak yang terampas haknya untuk hidup secara layak dan manusiawi. Menyangkut kematian dan banyaknya balita sakit di dusun itu pernah di sangkal sang Sekdakab dengan alasan belum mene- rima laporan dari kecamatan. Namun dari yang didengar mereka, pihak kecamatan Cuma Cakap Setelah kunjungan bupati itu, SMW berkunjung ke dusun IX Pardomuan. Sa- lah seorang penduduk menanggapi hasil kunjungan sekaligus "bimbingan" yang didengarnya itu. Kepada SMW ia mema- parkan isi hatinya. "Siapa yang tidak mau bersih dan makan sehat penuh gizi? Siapa yang tidak mau menanam di lahan subur? Dusun ini terpencil. Sejak tahun 50- an tak ada pembangunan jalan di sini. Tak ada listrik. Apa kami harus menempuh jalan sepanjang 5 km untuk ke puskesmas hanya karena kami merasa itu sakit perut ata demam? Apa puskesmas gratis? Siapa yang bisa menjamin gratis? Lalu soal tanah subur. Itu bukan tanah kami. Tanah kami tak ada. Kami cuma punya rumah mau tumbang. Kalaupun kami bisa menyewa tanah, apa pupuk tidak dibeli dan racun Respon pihak Pemkab dan legislatif atas kedukaan dari dusun itu memang di- nilai banyak pihak mencerminkan sikap ketidakpedulian. "Kita bukan menilai se- Bila ditengok jauh ke belakang sebelum kasus dusun pardomuan mencuat, soal Cita Dan Sebuah Abstraksi Dari Dusun Miskin telah melaporkan hal itu. "Tapi semuanya terlambat. Mereka saling lempar tanggung jawab," bisik salah seorang staf di kantor camat Kecamatan Pantai Labu. Hasilnya? "Ya, seperti sekarang," jawab sumber ini. Sumber ini menilai, sesungguhnya pihak terkait tak sigap untuk menghadapi per- soalan-persoalan macam ini. menyumbang beras dan uang, namun me- reka mencurahkan perhatian dan tenaga saat dusun itu dilanda duka. Dari soal yang sakit sampai pengurusan penguburan yang meninggal AMPI turun tangan. "Ujung-ujungnya Melurus-luruskan berita dan berbaris bak upacara memberi sumbangan ala kadarnya," papar sumber ini dengan senyum getir. Pemkab dan DPRD?" Uang alaka- darnya dan ceramah," ketus sumber ini dengan wajah kesal. "Kita butuh pem- bangunan sarana jalan dan butuh lahan pekerjaan. Kita butuh diperhatikan selayak masyarakat yang lain. Kita terpencil jauh dari segalanya. Memang salah kami. Sejak tahun 50-an kami memilih tinggal dan membuka lahan menetap di sini. Tapi janganlah kucilkan kami "lanjutnya. Terpencil dan miskin. Itulah alam yang selama puluhan tahun di hadapi puluhan warga di dusun ini. Selama itu pula warga akrab dengan musim ke sawah yang bela- kangan tak menentu. Hidup mencari upa- han di sawah-sawah tadah hujan. Hanya 7 KK yang memiliki areal pertanian sendiri. Selebihnya mencari upahan menggarap sawah milik orang. Selebihnya merantau. Saat musim ganjur tiba, hasil panen tak bisa diharapkan. Saat tanaman padi dise- rang hama, banjir dan juga kekeringan, makan tergantung pada ubi dan jagung. Seperti halnya pada bencana banjir yang terjadi beberapa bulan lalu, dusun ini harus menerima kenyataan. Bentang sungai Ser dang yang tak jauh dari dusun mereka terpaksa dijebol demi meringankan beban banjir yang melanda kota Lubuk Pakam. Maka yang terjadi, tanaman padi dan palawija mereka rusak. Rumah mereka yang rehek tergenang air. "Untung tak ada di antara kami yang mati dan hanyut. Kalau terjadi siapa yang mendengar teria- kan kami?" ucap Tombur mengenang masa banjir itu. Melalaikan Apa yang terjadi di dusun IX Pardomu- an itu dinilai banyak masyarakat merupa- kan potret kusam tentang nilai-nilai kepe- dulian. Nilai-nilai itu sudah lemah dan bahkan tak bersarang di benak banyak para pejabat Deliserdang. Walau ada seba- gian anggapan, apa yang terjadi di dusun itu dikarenakan tercurahnya perhatian para pejabat dan wakil-wakil rakyat ke persoalan poilitik dan penyelesaian hukum. Lalu apa yang sebenarnya sedang berlang- su di sebuah komunitas miskin tak terditeksi. Anggapan ini dibantah mentah-mentah oleh seorang seniman Deliserdang Aminud- din Anhar Sembiring, seniman yang juga tokoh eksponen 66 Deliserdang ini melihat, budaya tak peduli telah melanda sebagian besar pejabat di Deliserdang. Amin menam- bahkan, sangat tidak mungkin keberadaan dusun-dusun miskin di Deliserdang tidak terdeteksi. Masalahnya adalah mental korup. "Mental korup membuat kasus dusun Pardomuan muncul," tekan Amin. Karena itulah budaya ketidakpedulian ter- hadap rakyat tengah melanda di daerah itu. ketidakpedulian memang pantas diungkit- ungkit. Masalahnya, dusun Pardomuan yang sudah ada sejak tahun 50-an itu me- ngapa masih tak memiliki jalan penghu- bung yang memadai? Mengapa belum juga masuk lisrik. Dan mengapa pula masih banyak jumlah bayi kurang gizi di sana? Untuk menuju ke Dusun IX Pardomuan ini haruslah menyusuri "jalan tikus" sekira 3 Km. Hanya dengan sepeda atau dengan berjalan kaki jalan ini bisa dilalui. Di sam- ping kecil dan berliku, jalan setapak juga menanjak naik ke atas benteng sungai Ser dang. Sementara mendekati lokasi dusun ada turunan jalan yang curam. "Medan berat "lain yang tak memungkinkan ken- deraan bermotor menyusuri jalan setapak ini juga dikarenakan ada dua buah anak sungai yang harus diseberangi, titi di kedua sungai itu tak memungkinkan untuk itu. Titi sungai pertama nyaris terbenam air dan berlumpur. Sementara sungai yang terakhir yang harus dilalui hanya ber- titikan dua keping papan dari batang enau yang mulur. Alhasil, sebagai daerah yang ikut ke- cipratan dana JPS persolan dusun Par- domuan tidak bisa dianggap sederhana." Masalahnya memang tidak berhenti di soal perdebatan mati karena kurang gizi atau busung lapar. Soalnya terletak pada mengapa masih banyak dusun di daerah ini yang di bawah garis kemiskinan. Masih banyak yang seperti dusun Pardomuan," ucap salah seorang mahasiswa yang ber- domisili di Pantailabu. Pasca banjir kemelaratan kian mende- ra. Tanaman pertanian, hewan piaraan, dan perabotan rumah yang apa adanya lenyap ditelan banjir. Yang tinggal hanya bau busuk dan kuman penyakit. Toh, itu belum cukup. Rasa lapar dan kehilangan harta memaksa sebahagian dari mereka untuk merantau. "Setengah bulan baru Toh, kondisi jalan seperti inilah yang kami bersih dari sisa banjir," papar seorang harus dilalui Rina Simanjuntak setiap wak ibu pada SMW mengenang pengalaman tu bersama beberapa rekannya. Ketika pahit itu. "Mungkin karena kuman-kuman subuh datang, Rina bersama lima rekan bekas banjir yang membuat anak- anak kami kena penyakit kemudian mati," akunya sambil terisak mengingat empat anak yang telah meninggal dunia itu dan juga teringat tentang puluhan anak lagi yang kini tengah dirawat di rumah sakit. sebaya telah mengayuh sepeda butut. Me- reka tak hannya menmyusur jalan setapak itu untuk sampai ke sekolah mereka. Jalan tanah bocel Desa Durian sepanjang 5 km, jalan aspal- yang juga bocel-bocel-me- nuju ke SMP Negeri 1 Kcamatan Pantai Soal JPS, dua orang anggota DPRD Deliserdang yang sempat ditemui SMW membenarkan hal itu. Indra Zulmi dan Kasmir Pulungan mengatakan dana JPS BK sebesar Rp 3,5 M seharusnya sudah disalurkan sejak tahun 2001. Namun Bu- pati mengatakan dana itu belum disalurkan dan masih berada di kas. Anehnya, kata dua anggota dewan ini, setelah dicek dana itu kosong. Lalu? Pertanyaannya bisa makin luas. Mengapa pihak-pihak terkait tetap saja berdiam diri. Dusun Pardomuan ada ba- nyak balita yang kekurangan gizi,malah ada yang meninggal. Lalu bukankah dusun- dusun dan bayi-bayi kekurangan gizi se- perti itu masih banyak di Deliserdang? "Banyak. Sekarang saja di 10 keca- matan masih ada desa miskin dan butuh perhatian serius," ucap Erwin Pelos, salah seorang tokoh masyarakat Melayu Deliser- dang. Karena itu, katanya persoalan kemis- kinan di Deliserdang harus segera ditun- taskan. Bila tidak, katanya, masalah ini akan tetap menjadi bom waktu yang pada satu saat akan meledak. "Sebuah ketim- pangan sosial yang bisa memicu konflik yang berkepanjangan," tegas Erwin. Di dusun terisolir ini, masih ada cita-cita yang sangat sederhana. Untungnya masih ada yang juga tersisa dari beragam derita yang menggilas itu: Bertahan hidup dan sejumput cita-cita. "Di sini yang SMP tak sampai sepuluh ora- ng. Yang SD banyak," terang seorang ibu tentang anak-anak di dusun itu. "Tak bisa SMA ya SMP. Tak bisa SMP ya tamat SD jadilah," tutur Toslin Silaban,31, saat SMW bertamu ke rumahnya yang kecil dan tak kukuh berdiri. Toslin bicara soal anaknya Ferry yang sudah duduk di kelas ISD. Sam- bil mengayun anak nomor duanya yang masih bayi-sekira umur 4 bulan - Toslin mencagilkan tangannya ke hidung Ferry yang duduk menemani SMW di ruang tamu merangkap ruang tidur tak bersemen itu. Anak-anak sebaya Ferry puluhan jum- lahnya. Mereka masih duduk di bangku SD. Setiap hari ke sekolah mereka menem- puh jalan semak sepanjang 2 km. "Aku mau jadi orang kaya," sahut Ferry ketika SMW mengajaknya berbincang. Dari tawa- nya yang lebar dan lepas tampak barisan giginya yang tak rata dan menguning. Apa itu pasta gigi? Apa itu pangkas salon? Apa itu wartawan ? Apa itu penyair? Ya, polisi aku tahu. Bandit suka membunuh, Ya?" tanya Ferry berderai ketika SMW me- ngajaknya bercanda. Usai itu Ferry meng- hambur ke luar bersama teman-teman sebaya. Andai dusun Pardomuan hanya salah satu dusun miskin di Deliserdang, andai dana JPS seperti kata bupati masih ada di kas, mengapa semua pihak lalai men- jalankan fungsi-fungsinya? Bukankah anak-anak negeri ini memiliki hak untuk hidup layak sebagai mana hak-haknya yang diatur sang Maha Pencipta atau juga hak- hak yang diatur dalam konvensi anak-anak. Agar luka serupa tak datang. Jangan lalaikan fungsi-fungsi yang ada di Deli- serdang itu. Sebagai pejabat tak seharusnya jadi penjahat. Sebagai wakil rakyat tak seharusnya jadi penjilat. Sebagai dokter tak seharusnya tukang order proyek. Hidup bernegara itu untuk rakyat. al jabir SMW/Jabir Labu. Dan ketika siang pulang sekolah, Rominta dan kawan-kawan melintas lagi di jalan panjang itu. Terik matahari atau hujan menemani keringat tubuhnya yang membasahi baju sekolahnya yang tak se- sungguhnya putih. "Capeklah. Tapi apa boleh dikata," jawab Rominta siswi kelas II SMP ini saat ditanya SMW soal hari-hari yang dilaluinya sebagai pelajar. "Yang penting kita tekun belajar. Mudah-mudahan nanti dapat ker- ja," sambungnya dengan aksen batak yang masih kental. Kerja. Cita-cita sederhana ini juga muncul dari pengakuan anak sebaya Ro- minta yang memang "semujur "Rominta: bisa duduk di SMP Negeri. Walau tak sam- pai sepuluh orang, keberadaan anak-anak seperti Rominta di dusun yang tak berlistrik dan bertelevisi itu merupakan isyarat masih ada cita-cita di sana. Konon, potret dusun Pardomuan seperti ini masih banyak di wilayah Deliserdang. Hidup miskin. Makanan yang ditelan tak penuh gizi. Hanya untuk sebuah kata yang bernama "kenyang". "Desa miskin di Deli- serdang itu masih ada di sepuluh keca- matan. Bila budaya lalai tetap saja melekati sikap para pejabat Deliserdang, kemung- kinan besar akan ada lagi anak-anak ku- rang gizi akan meninggal," papar Erwin Pelos, salah seorang budayawan yang juga mantan camat Kecamatan Percut. Andai pendapat Erwin yang pernah meraih predikat camat terbaik di Deliser- dang ini kelak terbukti, akankah pejabat di jajaran Pemkab dan wakil-wakil rakyat "siaga berkunjung" saat mendengar ada kematian sembari memberi sumbangan ala kadarnya untuk keluarga korban? Begi- tu seterusnya tanpa pernah ada yang meng- gugat: apa kerja dan kemana saja uang untuk rakyat selama ini? Inikah semangkuk abstraksi di tengah cita-cita dari kampung miskin? Ya atau tidak, kenyataan membuk- tikan banyak balita kekurangan gizi di dusun-dusun miskin Deliserdang -malah ada yang meninggal sementara APBD meningkat setiapa tahunnya, dan para pejabatnya bermobil mewah. Senantiasa menggenggam HP mahalnya dalam setiap bertemu dengan rakyat. Dan mereka selalu berkata "daerah kita lumbung beras di Sumut ini." Abstrak memang Al-jabir • MINGGU, 6 OKTOBER 2002 4 SMW/Aljabir Dusun Pardomuan.Tampak rumah-rumah mereka yang rehek. Pemkab Perlu Data Masyarakat Dan Salurkan Dana Dengan Tepat SANTERNYA berita anak yang kekurangan gizi dan akhirnya meninggal dunia di Deliserdang belum lama ini membuat miris hati para pemerhati di Medan. Terutama kalangan PPAI dan anggota DPRD Sumut. Berbicara kepada Siaran Minggu Waspada (SMW), belum lama ini, LSM dan anggota dewan tersebut mengaku pemerintah dalam hal ini penguasa setempat (Pemkab) perlu mengadakan cek dan ricek kepada seluruh warga yang ada di bawah naungan pemerintahannya. Hal itu untuk mengikis kemungkinan adanya kealpaan terhadap kondisi masyarakat. Boleh jadi penemuan tentang adanya warga yang kekurangan gizi itu satu pertanda bahwa minimnya perhatian Pemkab setempat tentang kondisi masyarakatnya. Hal lain yang menjadi kekhawatiran mereka, apakah anak-anak yang ada di wilayah itu tersentuh dengan program PIN yang baru dilangsungkan. Pihak LSM Perserikatan Perlindungan Anak Indonesia (PPAI) Sumut Jalan Sei Batang Serangan Medan, melalui Karlinston Horas Sitompul,SH selaku General Secretary di dampingi Budi, saat berbincang dengan SMW menyesalkan adanya anak-anak yang menerima perlakuan buruk. Apalagi perlakuan buruk yang menimpa anak-anak di kabupaten Deliserdang itu menyangkut pula tentang pangan. Padahal, usia kanak- kanak gizi sangat diperlukan untuk membantu mereka dapat tumbuh kembang dengan sempurna. Mereka mengingatkan, sesungguhnya hak anak- anak, telah dijamin oleh Undang-undang Hak Konvesi anak, yang secara jelas menerangkan bahwa pemerintah mendukung hak tumbuh kembang anak, hal itu berarti menyangkut keperluan gizi, agar mereka dapat tumbuh dengan sempurna. Bila dikatakan orang dewasa tempat anak itu berlindung (orang tuanya) adalah orang-orang yang miskin, tidak memiliki kemampuan dalam pemenuhan gizi anak, mungkin terhempang oleh biaya pemenuhan gizi itu, pihak PPAI, mengembalikannya kepada Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa orang-orang miskin dan terlantar dipelihara oleh negara. Itu artinya, pemerintah tetap memiliki andil yang cukup besar dalam menghidarkan anak-anak atau orang-orang yang miskin agar terhindar dari petaka ketidakberdayaan, apalagi menyangkut soal kekurangan pangan yang berdampak pada masalah kesehatan dan kekurangan gizi hingga menyebabkan busung lapar dan berakibat kematian. Belum lagi konvensi hak anak pasal 24 yang jelas-jelas menyebutkan bahwa kesehatan, gizi, tumbuh kembang anak menjadi tanggung jawab pemerintah. Mereka menyebutkan, sebenarnya perhatian pemerintah terhadap masyarakat miskin, telah dilakukan dengan upaya mengucurkan dana. Menurut data, tahun 2001 saja telah dikucurkan dana JPSBK bagi masyarakat wilayah Deliserdang ada sekitar Rp 3,5 miliar kucuran dana menyangkut program kesehatan itu. Bukankah dana itu bagian upaya menyehatkan anak, hal itu berarti pula pemenuhan gizi telah ada didalamnya, hingga anak-anak bisa tumbuh dengan sempurna. Apakah dana sebesar itu belum cukup untuk pemenuhan gizi bagi mereka yang benar-benar membutuhkan. Mereka menambahkan jika dikatakan wilayah atau lokasi itu luput dari perhatian pemerintah setempat sungguh sangat ironis sekali. Untuk itu, saran PPAI agar pemerintah setempat perlu memahami wilayah-wilayah pemerintahannya. Perhatian itu bukan saja pendataan wilayah tinggal penduduk, tetapi juga memberikan sosialisasi kepada masyarakat luas tentang kucuran dana bagi kesejahteraan rakyat. Kapan dana dikucurkan dan kemana dana itu dilimpahkan. Bila dialokasikan bagi kesehatan dan langsung ke rumah sakit atau puskesmas, penduduk perlu diberitahu. Agar mereka dapat segera menerima haknya,menyangkut pemenuhan kesehatan. Pemberitahuan itu paling tidak dari 100 penduduk, minimal satu orang penduduk tahu apa dan bagaimana kucuran dana bagi kemaslahatan mereka. Satu orang itu bisa memberitahukan kepada yang lain, sekalipun wilayah tinggalnya sangat jauh dari lokasi kecamatan atau katakanlah dusun yang sangat terpencil. Bila cara itu berhasil, bukan tidak mungkin akan menambah nilai aplus kepada pemimpin satu wilayah karena memberikan perhatian terhadap masyarakat dan mensosialisasikan apa yang menjadi hak-hak masyarakat. Ekspresi wajah kaum miskin di dusun itu Bila kucuran dana memang belum cukup untuk seluruh wilayah, Pemkab perlu mengadakan rangking-rangking wilayah. Mana wilayah yang benar- benar perlu mendapat perhatian utama dan mana yang masih bisa ditunda alokasi dananya. Sistem pembagian rangking itu, secara perlahan juga mengajarkan kepada masyarakat betapa perlu dan pentingnya memberikan perhatian terhadap sesama. Artinya, kalau satu sisi ada masyarakat yang kurang mampu, masyarakat yang lebih mampu bisa mengalah. Jika kucuran dana berikutnya tiba, tinggal mensosialisasikan ke wilayah lain yang rangkingnya setingkat diatasnya. Sistem itu sebut mereka akan mempermudah pemkab setempat menyalurkan dana sesuai yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sistem itu, tambah mereka lebih mempermudah melakukan pengawasan atau pengentasan kemiskinan di wilayah pemerintahan. "Bila perlu lakukan pemetaan wilayah," kata Karliston. Hal senada dikatakan anggota DPRDSU Erwan Parlinda ditempat terpisah. Dia mengatakan, kalau soal dana yang menjadi masalah hal itu tidak masuk akal, sebab kucuran dana bagi program kesehatan masyarakat programnya sudah ada, yang diperoleh dari APBN maupun APBD. Yang perlu adalah, kata dia, bagaimana sasaran dana itu tepat kepada yang dimaksud. Bila dana yang disosialisasikan tepat sasaran, hal buruk yang menyangkut kesehatan anak-anak tidak akan terjadi. "Kita menyesalkan kejadian itu," kata Erwan belum lama ini. (h04) SMW/Jabir Siaran Minggu WASPAL S Sisw PROSES (PBM) di SMU m formal. Tak jar dalam tekana kehilangan kelelu mengembar Tetapi, jangan salah tafsir, belajaran anak sebenarnya bukan ketika mereka masuk sekolah, seb nya semenjak masih dalam kandu hingga menjadi orang tua. Kadar didikan yang mereka terima sebar dengan tingkat berpikir dari be hingga mencapai kedewasaan. Dan menjadi suatu tanggu wab para pendidik untuk mengg leng siswa dalam hal berpikir, m- dan tanggungjawab siswa da menghadapi budaya asing yang suk serta tekhnologi yang berl bang di dunia pendidikan. Dengan kedisiplinan dan mot kali melangkah pantang mundur, : Kemala Bhayangkari menciptaka wa yang berkualitas dengan me ZODIE LIBRA (24 Sep-22 Okt Banyak persoalan yang p diselesaikan. Membantu teman itu ba Tapi untuk sementara ini konsentras pada hal-hal yang berkaitan dengan tu tugas utama. Kalau perhatian terfokus, bisa selesai. Keuangan: Kalau enggak bisa pegang u jangan bawa ATM ke mana-mana. Asmara: Ketemu mantan yang me nangkan. Tapi tahu batas, ya. Kesehatan: Tak ada masalah. Cowok Libra: Doi sudah bisa mene keputusan ini. Enggak usah merasa bersa ARIES (21 Mar-19 Peb) Kalau enggak suka, jangan la bersikap anti. Tenangkan diri dulu, biar eng memancing persoalan baru. Nanti k suasana hati sudah baik, baru disampaik Keuangan: Banyak mengeluarkan untuk ban barang remeh. Asmara: Jangan cuma minta perhatian doi gantian diperhatikan, dong. Kesehatan: Biar enggak stres, ambil w sehari untuk memanjakan diri. Cowok Aries: Wajah doi mulai cerah Yuuk kita bicara dan hati ke hati. Color Rendition Chart