Kata Kunci Pencarian:
Tipe: Koran
Tanggal: 1989-02-26
Halaman: 04
Konten
4cm HALAMAN IV Sajak sajak Pos Budaya Minggu Ini: Sthiraprana Duarsa: SAJAK CANDIDASA 3 I Wayan Arthawa: TEMBANG PURNAMA Biarkanlah tembang itu bersemi dalam doa anak-anak perkampungan menghias purnama di puncak pura angin malam menumpahkan embun lewat mantram kehidupan Berilah perlindungan anak-anak tercakar zaman bermandi hujan bau tuba dan menusuk paru-paru mereka di pangkuan penari-penari rejang resah mencari surga yang hilang Dinullah Rayes: KONTEMPLASI Siapa diam dalam titik Siapa berlari dalam garis Kau dan aku bersitatapan Dalam Titiktitik Dalam garisgaris Herry Lamongan : MENYAMPAIKAN DIAM banyak jalan menyampaikan diam dihindari angin dialiri tangis kehidupan pasangjam surutjam siapa sampai melabuhkan cidera ke rahasia terminal redalah wahai airmata rapatlah dengan diam debu Alit S Rini: TEMBANG BAGI ANAK BUMI untukmu kubuatkan pertapaan bukan cagar menjulang tepat di kaki matahari agar engkau tak ingkar pada rasa pembakaran dan api diri kesepian dan kepiluan orang usiran karena kelahiranmu berjubah pejalan yang rindu memburu muara diri mintalah keteguhan dari luka dan belajar tak menyesali asal suatu saat jika huruhara hari siapa yang akan menobatkanmu menjadi penombak selain dendam. Timur Sinar Suprabana ROMANSA DAUN GUGUR 4 CYLINDER 1000 cc Mesin 4 Cylinder bakal jadi panutan minibus-minibus lain. seperti daun gugur : siapa melayang di hampa udara hati bengkelai harapan membangkai entah kenapa pengin lekas usai bebas dari beban usia Nyoman Tusthi Eddy : DERMAGA VI Kudengar tembang sasak merasuk angin Gaungnya menyerpih sepi pusar buih lautan Kuserpih pasir pasir pesisir tempat nadi merambat di pusar laut sarang ubur di gelap paling purba O Sunaryono Basuki KS: SAJAK DI TEPI DANAU MAMPU LEBIH DARI 200.000 KM TANPA TURUN MESIN. bukit telentang menatap kabut mengawang diselangkangnya tetes gerimis dirambutnya selalu menghijau Herry Lamongan : DARI KETINGGIAN semayup ayat ayat turun dari ketinggian ke lengang ruangku langit di luar dan gerimis mendaulat kepasrahanku padaMU danau kelabu tanpa deru sebening runcingnya menusuk kekosongan aku pun kuyup hanyut dalam alun firmanMU tanpa suka atau sungkawa Lomba Penulisan Puisi : Pada akhirnya kita tak pernah tahu dimana awal keindahan Iringan biru perahu nelayan memasuki samudera kebanggaan Bukit-bukit yang menghitam di balik matahari Atau hanya sebatas matamu. Kita tak pernah bosan menetap Karena di dalam sana ada laut yang lebih bergelora dari laut di sebelah kita Ada matahari yang lebih bercahaya dari matahari di atas kita Ada yang lebih dari segala yang ada Seluruhnya menembus dari batas yang pernah kita duga I Putu Sudjana : EMBUN menitik pada pagi menjadi senyum seorang kekasih mengapa akhirnya sunyi menjadi sarang rindu bertualang? ah, aku hanya sebuah gubuk di atas perahu tiada pintu dan jendela berlayar menuju matahari senja. Aku matahari terbenam menangkap benang dan beringsut ke ufuk lalu terbit MAKIN DITELITI MESIN 4 CYLINDER SUZUKI, JELAS LEBIH UNGGUL Djendra Pura ; AKU Aku langit putih merentangkan pelangi dan menyemburat ke barat lalu berarak Aku hujan gerimis gerincik cicik dan mengalir ke hilir lalu menguap Aku embun subuh tersentuh gurun dan luruh di persemaian padi lalu menguning Aku ranting kering ringkai ringan dan patah tertimbun tanah lalu bertunas Aku akar bakar karena karma dan dosa satu tujuan lalu melebur dalam doa. (halaman VI) DISCBRAKE F.A.C.S. Dealer UD. SUZUKI PERMAI Jl. Veteran 68 DENPASAR Telp. 23618, 25267. LENGKAP REM CAKRAM SISTEM FIN AIR COOLING. PAKEM DAN AMAN. SATU-SATUNYA DI KELASNYA. INDAH MOTOR Jl. Dr. Sutomo 94 DENPASAR Telp. 25687. Bali Post Aspek-aspek Empirik dalam Menikmati Puisi kan teori pendekatan tetapi juga meramu pengalaman intuitifnya dalam pertemuannya dengan puisi yang dihadapinya ke dalam karya kritik yang ditulisnya. Dada pertemuan pertama de- ngan sebuah puisi seseorang akan tertarik dengan bentuknya (komposisinya) yang mungil. Se- belum lebih jauh membacanya ia sudah membayangkan akan berte- mu dengan gaya bahasa memikat yang kaya dengan kiasan dan meta- for. Tanpa dapat memberikan na- ma dengan istilah yang tepat orang tadi telah yakin akan bertemu de- ngan dunia lain/berbeda dengan dunianya sehari-hari. Situasi pertemuan antara penik- mat dengan puisi seperti yang dilu- kiskan tadi timbul karena penik- mat pada hakikatnya telah berbe- kal pengalaman yang diperolehnya secara formal atau nonformal. Meskipun tidak dapat diingkari se- jarah sastra, teori sastra dan kritik sastra ikut mengambil peranan penting dalam kegiatan apresiasi atau penikmatan karya sastra; pa- da umumnya penikmat awam lebih berpegang pada pengalaman- pengalaman pribadinya. Di dalam- nya mungkin saja bercampur baur ancka pengetahuan dan teori pe- nikmatan sastra. Dalam hal penikmatan puisi as- pek empirik (pengalaman) menja- di lebih penting karena puisi me- rupakan karya sastra yang paling bersifat pribadi. Semakin banyak kita mencoba mengesampingkan aspek pribadi penyairnya, semakin tertutuplah pintu makna puisi itu. Nilai rasa puisi itu semakin kabur dan tinggallah wujudnya berupa onggokan kata belaka. Pembedahan puisi dengan ber- bagai teori ilmiah dalam proses pe- nikmatan puisi dalam kenyataan- nya tidak sepenuhnya dapat berla- ku. Hal ini terlaksana hanya bagi seorang kritikus yang proses kerja- nya bertujuan menulis sebuah kri- tik. Kritikus diikat oleh form-form dan sistem kerja tertentu. Bila sang kritikus jujur ia tidak akan mengingkari bahwa teori sas- tra tampil belakangan sesudah as- pek-aspek empirik batinnya ber- sentuhan dengan puisi yang di- bacanya. Ia lebih dulu tampil seba- gai penikmat murni kemudian baru sebagai penganalisis. Sejauh mana pengalaman personal sang kritikus mempengaruhi karya kritiknya, tergantung pada kesadaran sang kritikus terhadap posisi dan tang- gung jawab pekerjaannya. Penikmatan puisi untuk tujuan konsumsi batin, dimana puisi seba- gai salah satu karya seni berfungsi sebagai alat pemuas kebutuhan ro- hani, justru lebih mengena melalui 0.2 DOUBLE ACTION SUSPENSI BELAKANG TIPE DOUBLE ACTION. STABIL DI TIKUNGAN. Oleh: Nyoman Tusthi Eddy aspek empirik penikmatnya, As- pek empirik ini tidak lain dari reak- si batin penikmat secara personal yang terjadi setelah pertemuannya dengan puisi yang dihadapi. dimaksudkan sebagai sebuah te- laah puisi yang bernama kritik sastra. Dalam batas-batas tertentu kri- tik puisi perlu memperhatikan as- pek-aspek empirik sang kritikus; sebab puisi selalu memiliki aspek misteri dan intuisi yang hanya bisa dibedah dengan rasa. Bila aspek ini sepenuhnya ditampik karya kritik yang dihasilkan tidak lagi bernilai estetis. Wajah puisi akan hilang. Karya kritik hanya berupa per- mainan teori dan silang-siur meto- de kritik. Kritik puisi tidak lagi seperti tersebut tadi sikap senang tak senang sah adanya. Dalam hal ini sikap senang tak senang me- rupakan pengejawantahan aspek- aspek empirik penikmat setelah bertemu dengan puisi yang diha- dapinya. Sikap ini bukanlah vonis tanpa alasan kecuali kalau hal itu Pada proses penikmatan puisi menjadi jembatan antara penik- mat dengan puisi yang dinikmati- nya. Kritik menjadi sebuah monu- men indah untuk dikagumi, sekali- gus dipertanyakan fungsi praktis- nya. Seorang kritikus puisi yang menyadari ciri spesifik dari keber- adaan puisi sebagai karya sastra, bukan saja mesti piawai menerap- Tanpa dapat dijelaskan dengan persis prosesnya, dari reaksi batin ini muncullah berbagai warna rasa dalam batin penikmat. Selanjutnya timbul rasa akrab penikmat de- ngan puisi yang dinikmatinya. Bila penikmat berhasil lebur dengan puisi yang dinikmatinya maka puisi itu telah berhasil memberikan kon- sumsi batin kepada penikmat. Apakah dengan demikian berar- ti kita membuka ajang subyektifis- me dalam penikmatan puisi? Me- mang demikianlah. Karya sastra, terutama puisi, sangat kaya dengan unsur-unsur emosi dan intuisi. Pro- ses penciptaan dan kelahirannya ti- dak senantiasa berlangsung dalam kondisi kesadaran penuh penyair- nya. Ada saat-saat dimana larik puisi tercetus atau mengalir dari ujung pena penyair sebelum pe- nyair sempat menyadarinya. Eksistensi puisi yang demikian adanya memberikan lapangan yang luas, atau memaksa penik- matnya menghadapi dengan re- nungan-renungan pribadi atas da- sar aspek-aspek empiriknya. Sela- ma proses penikmatan itu berlang- sung sebagai pertemuan antara pe- nikmat dengan puisi dalam bentuk apresiasi, subyektivitas adalah wa- Kritik Sastra Bakal Tetap Punya Masalah suatu kebimbangan melingkupi mitra Ari Sri Mu- lyati, apakah harapan dirinya ten- tang kemungkinan dapat lahirnya kritik sastra khas Indonesia bukan merupakan utopia belaka ("Kritik Sastra Indonesia Dalam Catatan", SKM 5 Pebruari 1989). Paparan- nya cukup jernih dan justru itu me- narik, tetapi saya ingin menyodor- kan pula suatu pendapat yang beda secara diametral -- betapa kritik sastra bakal tetap punya masalah sebagaimana dunia sastra itu sendi- ri bakal tetap merupakan sesuatu yang penuh kerelatifan sepanjang masa. Di Indonesia, dunia kritik sastra sesungguhnya tidak pernah meng- alami perubahan. Dan akan tidak berubah kapanpun jua, kecuali pa- bila para pakar sastra memiliki we- wenang absolut untuk menjungkir- balikkan hakekat -- menggantikan kebenaran dengan kepalsuan baik disadari maupun tidak. Kita tidak dapat menyatakan ada periode di- mana kritik sastra punya wibawa dan ada periode lain yang mere- kam kenyataan kritik sastra tidak punya wibawa. Kesusastraan bu- kanlah dunia ilmu, kesusastraan begitu relatif. Contoh, sejumlah novel dalam kurun Pujangga Baru menurut catatan sejarah sastra di tanahair diberi predikat karya sas- tra padahal mutunya tidak jauh berbeda dengan novel-novel muta- khir yang kita klasifikasi fiksi po- puler. Begitu pula sajak Chairil Anwar yang berjudul "Aku" sebe- narnya masih perlu dipertanyakan kualitasnya sebagai ciptasastra -- dan situasi pro dan kontra tentang gubahan Chairil tersebut siapa yang bakal mampu jadi hakim ? HB Jassin hanya sekedar meng- okohkannya (sebagaimana upaya- nya mengokohkan Angkatan yang kemudian menimbulkan si- tuasi pro dan kontra pula). Jassin 5 toh bukan seorang dewa. Hadirnya metode-metode baru tak meng- ubah situasi sastra di tambain. Oleh Putu Arya Tirtawirya Kalau saya mempunyai respek tentang kritik sastra khas Indone- sia adalah sebatas harapan saya mbok ya pakar sastra Indonesia mampu pula menyumbangkan buah karyanya untuk menambah satu lagi model metode pada deret- an: strukturalisme, fenomonologi, semiotik, resepsi dsb. yang sudah diakui secara internasional. Bukan kritik sastra khas Indonesia yang mampu menyelesaikan permasa- lahan dalam dunia kritik sastra se- hingga cespleng. Mengapa bukan, lantaran saya tidaklah seorang uto- pis. Saya punya pendapat bahwa setiap metode kritik sastra akan se- nantiasa memiliki kekurangan ke- kurangan di samping kelebihan yang memang ada padanya sesuai dengan pengakuan internasional terhadapnya. Di luar negeri tidak pernah ter- jadi kritik sastra dipermasalahkan Interior lebih lega dan megah. SUZUKI SUPER CARRY EXTRA MINGGU, 26 FEBRUARI 1989 ECONO DRIVE BISMA SAKTI MOTOR Jl. Cokroaminoto 78 DENPASAR Telp. 25942, 23910. SELENGKAP orang sampai perlu me- nyelenggarakan seminar segala. Di. sana mereka sudah sama mafhum betapa dunia seni itu merupakan dunia yang relatif. Dan kritik sas- tra pun berperiha sama. Mereka lebih bijaksana menangkap per- soalan terutama persoalan seni ter- masuk seni sastra atau kesusastra- an. Mereka, dalam hal ini kalangan kritikus sastra, mampu bersikap le- bih berendah hati -- tidak over apa- lagi punya keinginan menjadi figur yang melebihi sang sastrawan yak- ni para pengarang dan penyair. Mereka lebih sopan santun, tidak melupakan pengakuan "barangka- li", "mungkin", "ngaknya" dan yang sejenis manakala meng- emukakan tafsiran dirinya selaku kritikus sewaktu menghadapi/ mengulas ciptasastra. Sampai- sampai seorang T.S. Eliot tidak ke- cuali pernah berujar polos: saya menyadari betapa saya menikmati pula sejumlah sajak yang walau- pun sesungguhnya saya tahu beta- pa sulitnya untuk melacak maknanya.... Di luar negeri orang tidak meng- utik-utik atau mendiskreditkan asal-muasal sang metode kritik sas- tra. Tidak ambil pusing dia dari Ti- mur atau Barat maupun Utara atau Selatan. Bagi mereka semua meto- de absah tetapi tidak mutlak. Rela- tif. Setiap kritikus dipersilakan berbicara sesuai dengan metode pendekatan yang dianut masing- masing. Dan mereka menyadari bahwa begitu banyaknya metode kritik sastra sesungguhnya me- rupakan suatu gambaran nyata be- tapa seni/sastra itu adalah dunia SUZUKI jar. Dalam gerak kebebasan peng- apresiasi obyektivitas memang agak sulit dituntut, lebih-lebih da lam apresiasi puisi. Bila penikmat bertindak sebagai kritikus maka seyogianya ia melangkah dengan cara lain. 1 Dengan aspek-aspek empirik yang digunakan oleh penikmat pui- si maka puisi dapat dijamah dan dimasuki lebih dalam. Penikmat- bukan bertindak sebagai pengana- lisis demi tercapainya suatu bentuk pemahaman, melainkan "menikmati secara total seluruh di- mensi puisi yang dihadapinya. Meskipun penikmat mungkin tidak mampu mengatakan bentuk perte- muannya itu tetapi di dalam hati- nya telah terjadi dialog timbal- balik dengan akrab. Tanpa pisau analisa aspek-aspek puitik yang terkandung dalam puisi me nyentuh batin penikmat. Inilah se- buah wujud apresiasi sastra (puisi) yang keberadaannya sering dilupa- kan karena terlalu terpukau de- ngan predikat ilmiah. cipta yang digelimangi kerelatifan. Sastra bukan dunia ilmu dan beta- pa"mata bor" kedisiplinan ilmu bakal senantiasa patah manakala "dipaksakan" mengebor hakekat kesusastraan. Upaya mencari kritik sastra khas Indonesia tidaklah identik dengan analogi upaya orang yang mencari "jin sakti" yang mampu lewat mantra sim salabim lantas segala persoalan jadi mencair. Imbauan Teeuw tentunya tidak menjurus ke situ tatkala menggebrak para pa- kar sastra Indonesia ketika dia ber- ada di Yogyakarta tempo hari. Yang dia maksudkan adalah upaya menghadirkan kritik sastra khas Indonesia sebatas dapat memper- kaya kasanah metode-metode kri- tik sastra dunia selama ini. Kita seyogianya arif untuk tidak terlalu mengistimewakan figur H.B. Jassin, Goenawan Moha mad, Dami N. Toda, Subagio Sas- trowardoyo, Sapardi Djoko Damo- no, Sutardji, C. Bachri, Yakob Su- mardjo, Korrie Layun Rampan dan sebagainya yang selama ini pu- nya dedikasi menggeluti dunia kri- tik sastra. Mereka besar sebagai kritikus dalam situasi masing- masing memiliki pendapat sendiri- sendiri saat menelaah ciptasastra. Hal yang sama terjadi pula di luar- negeri dimana pendapat Harry Aveling, A. Teeuw, Andre Gide, T.S. Eliot, serta sejumlah pakar sastra lainnya berbeda satu dengan lain. yang Dan perbedaan- perbedaan tersebut pada hakekat- nya akan memperkaya wawasan kita selaku penikmat ciptasastra -- memperluas cakrawala apresiasi dunia kesusastraan bagi kalangan pembaca awam yang ingin mening- katkan dirinya sebagai intelek- tual.... SUZUKI Ketangguhannya diakui dunia SEDAN C SS MINGGU, 2 MARTIN 89 Bare aru saja COST membuka bang rumah, me tukang POS itu lakang saya. O, saya. Setelah terima kasih, lenggang masul Sampai di kan surat itu. Karli tertera dengan kanan bawah tanda-tanganny. saya baca isi sur jadimuak. Betap lah tiga tahun be pernah sama sel eeh.. Karlina me jumpalagi. Apa Padahal perpisa cipta pun semul dirinya. Saya ing katanya sebelum ke Jakarta. "Er ingin lagi melih gitu menusukr Karlina. Makan bil mewahnya mengantar dia l cuma buat meng mat itu pergida mah, seketika banting pintu ru ga tak ingin me kutuk saya. Tapi telah sama-sam SMP, mengapa bertemu? Menga ratnya ia tulisk ngen, dan begit dengan saya? Kembali terb masa lalu saya b na. Dia anak in orang Prancis papanya orang nya satu komple mah saya. Karl ngil, cantik, m "Hoo....reee... bernama Putu Klungkung. Bir bercita-cita ping nitip salam bua Serial ZA MART Bahrun Ha en sebagai Pengendara seper memperhatikan kecilnya terkemb "Apa kabar, Zem Wati!" Zen ter Sama sekali tidak bahwa yang bers nya adalah Wati Color Rendition Chart