“Merokok dapat menyebabkan Kanker, Serangan Jantung, Impotensi dan gangguan Kehamilan serta Janin,”
Kalimat ini terpampang jelas dalam setiap bungkus rokok maupun baliho iklan rokok, apapun jenis rokoknya apapun merek rokoknya. Logikanya keterangan itu cukup jelas dan bagi orang yang tidak buta huruf tanpa melalui pemahaman yang dalam akan segera mengetahui maksud dari tulisan itu.
Ironisnya hal tersebut tidak mengurangi kegairahan seseorang untuk merokok apa lagi menghentikanya. Padahal bahaya dari merokok menurut berbagai penelitian dan telah disosialisikan sampai ketingkat bawah seperti puskesmas mencakup mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tidak saja bagi orang yang merokok (perokok aktif), tapi bahayanya yang lebih besar justru bagi mereka yang tidak merokok (pasif).
Data terbaru menyebutkan, jumlah penduduk bumi yang mencapai jumlah 1.350.000.000.000 orang, 900 juta diantaranya merokok, yang berarti diantara 5 orang 1 perokok.
Sebanyak 10 juta batang rokok diisap setiap menit dan jumlah rokok yang dihisap pada tahun 2025 diprediksi mencapai 9.000 trilyun.
Sementara 5.400.000. Kematian setiap tahunnya akibat kebiasaan merokok setara dengan 1 kematian setiap 5,8 detik.
Indonesia merupakan peringkat ke 3 negara Asia penduduknya yang mengkonsumsi rokok sebanyak 146 juta, sedang penghasilan 84,8 juta jiwa perokok Indonesia, kurang dari Rp.20.000,-perhari.
Pertahun 429.948 kematian yang berkaitan dengan rokok atau 1.172 orang setiap harinya. 12,43 % pengeluaran orang Indonesia tersedot buat membeli rokok, yang berarti 6 kali lipat lebih penting dari pendidikan dan kesehatan, 71 % keluarga memiliki 1 perokok dalam keluarganya, dan 66 % perokok pasif adalah perempuan.
Pendapatan iklan rokok sebesar 1,5 trilyun tersebar di 10 TV, 165 majalah, 103 surat kabar yang menggoda 91,7 % remaja 13-15 tahun dan 99,7 % anak melihat iklan rokok 68 5 memmilki kesan positif terhadap rokok (sumber: Tempo edisi 28 Mei-3 Juni 2012)
Ratusan artikel yang membahas adanya hubungan kausal antara penggunaan rokok dengan terjadinya berbagai penyakit; kanker, penyakit jantung, penyakit sistem saluran pernapasan, penyakit gangguan reproduksi dan kehamilan. Hal ini tidak mengherankan karena asap tembakau mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia toksik dan 43 bahan penyebab kanker (karsinogenik) namun hal itu belumlah cukup bagi perokok untuk mengurangi aktifitas merokok apalagi menghentikannya.
Mengapa orang merokok ?
Akan muncul berbagai jawaban, ada orang yang menjawab, kalau tidak merokok ia tidak dapat berpikir, tidak bisa konsentrasi, susah mendapatkan inspirasi, ada juga karena menghormati relasi, bagian dari pergaulan, life style. Bahkan ada yang menjawab sekenanya tapi benar juga; ikut berpartisipasi meningkatkan pendapatan pemerintah karena sebagaimana diketahui cukai rokok merupakan salah satu pemasukan terbesar dari sektor pajak.
Bagaimana dengan orang yang tidak merokok ?
Disamping alasan seperti yang tertera dibungkus dan iklan rokok, kadang kala mereka sambil berseloroh menjawab orang yang merokok nggak bisa baca / buta huruf. Alasan lain, merokok, merupakan pemborosan dengan argumen, bila dalam sehari menghabiskan dua bungkus rokok seharga sepuluh ribu rupiah maka dengan tidak merokok, mereka telah menghemat sebesar 20.000 rupiah tiap harinya.
Permasalahan merokok sudah menjadi isu nasional, Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram buat perokok meskipun ada pembatasan untuk yang berumur dibawah tujuhbelas tahun, silang sengkarut antara mana yang lebih banyak manfaat atau mudharat merokok masi menjadi perdebatan, termasuk, apakah merokok termasuk hak asasi ?
Peraturan Gub DKI Jakarta No. 88/2010, melarang penyediaan fasilitas merokok digedung perkantoran maupun tempat perbelanjaan, berbanding terbalik dengan keputusan MK yang mengabulkan uji materi tertanggal 17 April no. 57/PUU/IX2011 terhadap penjelasan kata “dapat” pada pasal 115 Ayat 1 UU No.36/ 2009 tentang kesehatan yang menyatakan “Khusus bagi tempat kerja , tempat umum dan tempat lainnya dapat menyediakan tempat khusus merokok” Dengan dikabulkannya uji materi tersebut menjadi wajib menyediakan ruangan untuk para perokok..
Menurut Komisi perlindungan Anak (KPAI) keputusan MK tidak berperspektif kepada anak, karena diputuskan berdasarkan logika hukum parsial, yang tidak pro anak, pro kesehatan dan masyarakat. Menyediakan tempat untuk perokok akan melahirkan perlakuan istimewa dan perlakuan ekslusif bagi perokok. Berkaca pada kebijakan tahun 2008 tentang penyediaan tempat / ruangan untuk perokok yang terjadi justru kampanye masal untuk merokok dengan adanya tempat-tempat, khusus nan mewah bagi perokok, dan hal tersebut mendorong persepsi publik “merokok” menjadi sesuatu yang terhormat karena memperoleh fasilitas khusus dan ekslusif.
Berbagai regulasi dibuat, yang paling prisip adalah bagaimana masyarakat luas yang tidak merokok yang notabene lebih banyak dari orang yang merokok terlindungi, dapat menghirup udara yang bersih dan sehat, karena ini adalah hak asasi, sementara merokok memang hak namun bukan hak asasi. Sudah sepantasnyalah bila perokok menghormati dan merghargai orang yang tidak merokok dengan tidak merokok ditempat umum.
Penyediaan tempat merokok adalah salah satu alternatif bagi mereka yang kecanduan merokok untuk meminimalsiir “akibat perbuatannya” terhadap orang lain yang tidak merokok, keputusan MK mungkin tidak akan memuaskan semua pihak namun perlu diapresiasi dan mari kita kawal bersama.
Hari tanpa tembakau yang diperingati setiap tahun pada tanggal 31 Mei, semestinya dapat dijadikan momentum untuk kampanye bebas kepulan asap rokok demi generasi muda yang lebih baik (Supardi, S.Sos)