Berulang kali setiap tahunnya kita memperingati Hari Pendiddikan Nasional dengan berbagai acara seremonial, sebagai sebuah tetenger untuk memperingati jasa seorang Tokoh Pendidikan Ki Hajar Dewantoro. Namun sudahkah esensi dari peringatan tersebut menjiwai perilaku/ kepribadian kita sebagai orang yang berpendidikan ?
Tanggal 2 Mei adalah hari kelahiran Ki Hadjar Dewantara , beliaulah yang dianggap sebagai pahlawan yang memajukan pendidikan di Indonesia, berkat jasa beliau Perguruan Taman Siswa berdiri, lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi rakyat jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Kita mungkin sudah tidak merasa asing dengan kalimatnya yang sarat dengan makna filosofi, ing ngarsa sungtuladha (di depan memberi teladan). ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), Bagaimana Atmosfer Pendidikan kita saat ini ?
Amburadulnya pelaksanaan ujian nasional tingkat SMA dan SMP yang baru saja berakhir menunjukkan betapa karut marut Sistem Pendidikan Nasional kita, yang jelas berdampak signifikan terhadap hasil kualitas para peserta ujian. Tertundanya ujian nasional di sebelas propinsi membuat sebagian dari peserta ujian stress. Bayangkan, dalam situasi dan kondisi normal saja mereka sudah terbebani oleh sistem acak pembagian soal – soal ujian apalagi ditambah dengan penundaan pelaksanaan ujian.
Perlukah UAN ?
Menteri Pendidikan M. Nuh mengatakan 88,8 % sekolah di Indonesia dari tingkat dasar sampai menengah atas belum melewati standar mutu minimal, lantas bagaimana mungkin sebuah sekolah dapat meluluskan siswanya mendekati apalagi mencapai 100%.
Para pendidik rela melalukan berbagai macam cara untuk dapat memenuhi target standarisasi kelulusan bahkan sampai melakukan kolaborasi curang. Mereka seolah menutup mata dan telinga mereka terhadap kreativitas siswa yang dengan berbagai cara untuk memperoleh bocoran dan kunci jawaban soal ujian dengan mengakomodasi keculasan itu, membiarkan mereka beramai-ramai mencontek. Prestasi yan g seharusnya diperoleh melalui kerja keras justru dapat diperoleh dengan jalan pintas serba mudah.
Senjangnya kualitas pendidikan antara perkotaan dan pedesaan membuat disparitas tersebut semakin dalam. Kualitas dan kemampuan pendidik merupakan salah satu akar permasalahan yang harus segera ditanggulangi dengan mengedepankan uji kompetensi yang benar dan berkualitas.
Akhlak mulia, budi pekerti luhur sebagai pilar membebaskan negeri ini dari jerat korupsi dan pelbagai permasalahan yang tergerus , pendidikan yang seharusnya menjadi pondasi turut membangun karakter/ kepribadian bangsa justru mengambil andil memerosotkan nilai-nilai kejujuran yang telah mulai langka di negeri tecinta ini.
Kurikulum 2013 jalan keluar ?
Dapatkah kurikulum 2013 yang akan dilaksanakan bulan Juli 2013 menjadi jurus ampuh untuk mengeliminir kecurangan yang selama ini terjadi ? Bisakah kurikulum 2013, menghasilkan pendidik yang dengan keahliannya mendidik dapat mendidik pemimpin masa depan yang tangguh dan berkarakter,
Sudah siapkah segala komponen pendukung, termasuk masyarakat luas bersepakat untuk tidak lagi menciderai Undang –undang 45 tentang pendidikan, Sistem Pendidikan Nasional yang tidak hanya berorientasi pada angka dan nilai sebagai indikator keberhasilan sebuah pendidikan?
Negara yang berhasil melakukan sistem pendidikan adalah Finlandia. Sistem pendidikan Finlandia dengan Program for International Student Assestment (PISA) berlangsung sejak tahun 2003. Merupakan hasil kerja keras dari Profesor Reuven Feuerstein. Konsep pendidikan Feuerstein telah digunakan Finlandia selama lebih dari 20 tahun. Sistem Feuerstein berfokus pada konsep bahwa setiap orang mempunyai kemampuan yang berbeda untuk mengubah diri. Kuncinya adalah identifikasi faktor penghambat dan lebih fokus pada kelebihan untuk mengembangkan kemampuan belajar setiap orang. Sistem pendidikan Feuerstein ini pertama kali diimplementasikan tahun 1952
Rahasia konsep pendidikan yang dibuat Feuerstein terletak pada penanaman pembelajaran dan strategi berpikir kognitif, bukannya fokus pada penghafalan konten. Kunci kesuksesan sistem pendidikan Finlandia “Intelligence plus character-that is the goal of true education” ( Martin Luther King).
Menurut Dr. Seto Mulyadi (Pakar psikologi anak, komisioner KPAI) bahwa upaya mengembangkan bakat (termasuk karakter) penting dilakukan sejak usia dini/ kecil. Bukan dengan cara pemaksaan (apalagi kekerasan), tetapi lebih melalui metode bermain yang menyenangkan. Belajar yang paling efektif adalah justru bermain itu sendiri. Melalui kegiatan bermain yang menyenangkan, anak akan terlatih gerakan-gerakan motorik maupun kemampuan otaknya untuk memperdalam suatu kemampuan.
Pendidikan berbasis moral merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan kita, karena dengan moral yang baik tidak akan melahirkan generasi culas yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh yang mereka inginkan. Mendidik manusia seutuhnya, bukan hanya dengan parameter angka-angka nilai akademik tapi juga mendidik karakter atau moral. Bukan hanya wajib belajar 9 tahun tapi seharusnya hak belajar seumur hidup.
Prof. Dr. Ahmad Mubarok, (Guru Besar Psikologi UI) berpesan: “Prestasi generasi tua bangsa ini menjadi tidak berarti jika generasi berikutnya tidak terdidik atau salah didik sebagai generasi penerus” . Selamat Hari Pendidikan Nasional 2013. (Supardi, S.Sos).