Kota Surakarta – atau yang lebih dikenal dengan nama Solo – dengan berbagai program budaya dan pariwisata yang dicanangkan Pemerintah Kota, telah meningkatkan kunjungan wisatawan baik domestik maupun asing sekaligus mengukuhkan perannya sebagai kota wisata. Salah satu tujuan wisata sejarah budaya yang ditawarkan adalah museum. Beberapa museum yang terdapat di kota Solo antara lain: Museum Suaka Budaya Kasunanan, Museum Puro Mangkunegaran, Museum Radya Pustaka, Museum Batik Danar Hadi, dan Monumen Pers Nasional. Sayangnya, potensi museum-museum tersebut belum dikelola secara maksimal untuk mendongkrak minat kunjungan wisata masyarakat maupun meningkatkan fungsinya sebagai pusat studi dan riset.
Sesuai definisi museum menurut International Council of Museums (ICOM), bahwa Museum adalah institusi permanen, nirlaba, melayani kebutuhan publik, dengan sifat terbuka, dengan cara melakukan usaha pengoleksian, mengkonservasi, meriset, mengomunikasikan, dan memamerkan benda nyata kepada masyarakat untuk kebutuhan studi, pendidikan, dan kesenangan.Karena itu manfaat museum tidak hanya sebagai tempat wisata namun dapat menjadi bahan studi oleh kalangan akademis, dokumentasi kekhasan masyarakat tertentu, ataupun dokumentasi dan pemikiran imajinatif di masa depan.
Peluang tersebut perlu dimanfaatkan bagi para pengelola museum untuk menghilangkan anggapan museum sebagai ‘gudang benda-benda tua’ yang tidak terawat dan terlupakan, untuk menghapus pandangan sebelah mata dari pemerintah dan swasta, serta mengubah perspektif masyarakat tentang ‘museum itu membosankan’ menjadi ‘museum tempat wisata historis edukatif dan pusat studi ilmiah’. Disinilah fungsi humas mengambil peran penting sebagai alat promosi dan edukasi kepada masyarakat tentang berbagai sisi positif dan manfaat museum bagi seluruh kalangan publik.
Sebelum menerapkan fungsi humas dalam pengelolaan museum, terlebih dahulu perlu dipahami beberapa kategori publik yang menjadi sasaran museum, antara lain:
Penikmat, umumnya dikenal sebagai pengunjung. Kunjungan ke museum sering kali didasari akan kebutuhan rekreasi atau refreshing dan kebutuhan akan informasi ringan yang menghibur. Pengunjung dengan kebutuhan rekreasi biasanya adalah kelompok keluarga – orang tua dan anak-anaknya – yang berlibur akhir pekan atau di waktu senggang. Sedangkan pengunjung untuk kebutuhan informasi ringan biasanya berasal dari kalangan pelajar atau mahasiswa dalam kesempatan study tour. Selain itu ada pula kunjungan wisatawan lokal maupun asing yang meminati museum baik untuk rekreasi maupun menambah informasi.
Pengamat, berasal dari kalangan akademisi dan profesional di bidang museum yang sumbangannya berwujud pengembangan informasi dan ilmu pengetahuan tentang koleksi yang dimiliki pihak museum. Publik tipe ini mempunyai kebutuhan informasi yang tinggi untuk berbagai kepentingan, misalnya penelitian akademis bagi mahasiswa sejarah. Oleh kalangan pengamat ini museum ditempatkan sebagai narasumber dan pusat data informasi karena koleksi museum memiliki academic value yang sangat tinggi.
Partner kerja, dalam pelaksanaan konservasi koleksi, sosialisasi dan promosi museum tentu saja dibutuhkan partner kerja yang bekerja sama demi pengembangan museum yang lebih baik. Mereka dapat ditemukan di kalangan akademisi, asosiasi museum terkait, pemerintah atau dinas setempat, yang dilibatkan dalam upaya peningkatan manfaat dan layanan museum bagi seluruh kalangan masyarakat.
Dari ketiga tipe publik tersebut dapat dalam merancang terobosan dan inovasi pengembangan museum dengan memperhatikan karakteristik dan kebutuhan publik. Setelah mempelajari keragaman publik, selanjutnya dapat dipahami pula bagaimana dasar fungsi humas diterapkan dalam pengelolaan museum untuk mencapai sasaran publiknya.
Humas, menurut Philip Henslowe, bertanggung jawab untuk memberikan informasi, mendidik, meyakinkan, meraih simpati, dan membangkitkan ketertarikan masyarakat akan sesuatu atau membuat masyarakat mengerti dan menerima sebuah situasi. Dalam sebuah manajemen museum, seorang Public Programmer/ Educator dibutuhkan sebagai pelaksana humas yang bertugas menjalankan fungsi humas berikut:
Image branding
Seringkali upaya membangun image institusi baru tidak lebih mudah dibandingkan memperbaiki image yang buruk atau prejudice di masyarakat. Keduanya adalah tantangan dalam dalam menjalankan fungsi humas, bagaimana menyampaikan informasi dan fakta yang benar dengan packaging yang menarik dan diterima baik oleh masyarakat.
Dalam upaya membangun kesan positif, bukanlah hal yang dilakukan seketika kemudian berhasil, namun dibutuhkan proses dalam pelaksanaannya. Setiap program dan kegiatan museum pada dasarnya dapat dijadikan sarana membangun image yang efektif apabila dikolaborasikan dengan manajemen promosi yang mendukung sesuai dengan visi misi museum. Sejarah dan fakta unik seputar museum yang dikemas apik sepanjang tidak berlebihan dapat ditonjolkan sebagai ‘nilai jual’ museum kepada masyarakat.
Setiap museum mempunyai tipe dan kekhasan yang berbeda satu dengan yang lain, misalnya museum sejarah, museum arkeologi, museum seni budaya, ataupun museum ensiklopedi. Hal ini ditandai dengan koleksi utama yang disimpan didalamnya. Ciri khas ini dapat digunakan sebagai informasi utama dalam promosi museum untuk meraih perhatian masyarakat. Informasi yang disampaikan tersebut sama pentingnya dengan efek yang didapatkan. Information exposure atau terpaan informasi adalah segala efek yang ingin dicapai dalam upaya membangun image. Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:
Informasi museum disampaikan → informasi diterima publik → publik menyimpan informasi
Secara perlahan namun pasti, informasi museum yang menerpa publik secara masif tersebut adalah proses image branding museum yang paling efektif dan efisien.
Pengetahuan dan pengertian
Menurut Edward L.Bernays, humas memiliki fungsi sebagai berikut :
- memberikan penerangan kepada publik,
- melakukan persuasi kepada publik untuk mengubah sikap dan tingkah laku publik,
- Upaya untuk menyatukan sikap dan perilaku suatu lembaga sesuai dengan sikap dan perbuatan masyarakat, atau sebaliknya.
Menyediakan informasi seputar museum yang akurat dan menarik keingintahuan publik adalah satu hal penting yang tidak akan berarti jika tidak disampaikan dan disebarluaskan pada khalayak. Seorang humas museum hendaknya secara kontinyu melakukan penerangan informasi tersebut kepada masyarakat melalui media dan sarana yang efektif.
Salah satu contoh, Monumen Pers Nasional sebagai tempat konservasi dan preservasi benda bersejarah pers dan bukti terbit media cetak dari seluruh Indonesia. Satu koleksi tertua yang dimilikinya adalah majalah Tjaja Hindia yang terbit pada tahun 1913 dan koran De Locomotief yang terbit pada tahun 1938, serta masih banyak koleksi arsip tua lainnya yang didokumentasikan dan telah dilakukan digitalisasi. Inilah harta yang dimiliki Monumen Pers Nasional sebagai bahan informasi edukasi dan sejarah yang penting untuk diketahui dan dimanfaatkan masyarakat. Sebarkan pengetahuan tentang koleksi museum pada publik dan berikan pengertian apa saja keunikan dan manfaat yang berguna bagi mereka.
Persuasi dan simpati
Bagaimana menarik perhatian masyarakat sekaligus mendapatkan simpati mereka terhadap museum? Langkah ini adalah efek kelanjutan dari sebaran informasi up-to-date yang menerpa masyarakat. Publik yang terpapar informasi adalah publik yang dapat dipersuasi. Informasi yang menarik pada dasarnya akan secara otomatis menggelitik minat dan perhatian masyarakat untuk mengetahuinya lebih dalam.
Selembar leaflet berwarna cerah dengan informasi akurat dan dilengkapi gambar koleksi utama museum akan menjadi panduan bagi publik untuk datang berkunjung dan melihat koleksi museum secara langsung. Cukup tambahkan layanan informasi easy-to-access seperti website atau blog dan dilengkapi tour guide museum yang ramah dan informatif, maka perhatian publik pun tidak akan lepas dari museum tersebut. Layaknya perusahaan jasa profit swasta, museum juga perlu mendedikasikan pelayanan lengkap yang dapat memuaskan kebutuhan masyarakat akan informasi.
Jika masyarakat dapat mengakses informasi dan manfaat museum dengan mudah dan komplit, apalagi yang didapatkan selain simpati mereka pada museum. Tata ruang pamer yang estetis, gedung yang bersih, koleksi yang terawat dan caption yang informatif adalah penunjang kelangsungan simpati jangka panjang publik. Sentuhan teknologi multimedia seperti panel touchscreen interaktif, ruang audio visual, layanan media center, dan free wi-fi access akan meningkatkan kualitas layanan museum kepada publik yang berkunjung. Kepuasan publik akan pelayanan informasi museum yang tanpa cela sangat mendukung penyebaran pengetahuan di masyarakat satu sama lain melalui word of mouth.
Kinerja humas dalam mendongkrak ‘nilai jual’ museum di mata masyarakat bukan perkara yang mudah. Dibutuhkan optimisme, dedikasi, komitmen dan kerja sama berbagai pihak. Masyarakat punya hak untuk menilai dan memilih serta memberikan komentar atas layanan yang mereka dapatkan. Pelayanan berkualitas prima akan mendatangkan antusiasme dan rekomendasi positif dari sasaran publik museum. Di kota Solo yang mayoritas warganya masih dekat dengan budaya dan sejarah, tentu dapat mendukung usaha para pengelola museum untuk semakin giat mengembangkan potensi museum kedepannya. Keterlibatan masyarakat dan pemerintah untuk ikut mengapresiasi museum juga ikut berperan menghidupkan museum sebagai tujuan wisata historis edukatif yang bermanfaat. ( Arnain Dian Agustin, S.Sos. )